Trust Issue Membuat Enggan Bayar Pajak
Bukan hal baru bahwa kepercayaan publik terhadap pemerintah berkaitan erat dengan kepatuhan pajak. Studi Torgler & Schneider (2007) dalam What Shapes Attitudes Toward Paying Taxes? menemukan bahwa kepercayaan terhadap institusi negara adalah prediktor paling signifikan dari kemauan individu membayar pajak secara sukarela.
Dalam konteks Indonesia, laporan dari LIPI (2021) menyebutkan bahwa rendahnya transparansi pengelolaan pajak dan kasus korupsi fiskal menyebabkan meningkatnya tax morale gap, yaitu kesenjangan antara kesadaran bahwa pajak itu penting dengan kemauan untuk benar-benar membayarnya.
Dalam psikologi sosial, fenomena ini disebut sebagai institutional distrust. Ketika warga negara merasa pemerintah tidak layak dipercaya, mereka akan menarik kembali bentuk partisipasi apa pun termasuk pajak.
Sebagaimana dijelaskan dalam studi Braithwaite (2003): "Taxation works not only through law, but through trust. Break trust, and compliance breaks down."
Solusi Bersama Bukan Pada Menarik Uang Rakyat
Solusi untuk meningkatkan penerimaan pajak tidak bisa hanya dengan menarik lebih banyak dari rakyat. Harus ada upaya memperbaiki persepsi masyarakat terhadap keadilan.
Sebuah laporan dari OECD (2019) menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat kepatuhan pajak yang tinggi bukan selalu negara dengan tarif rendah, tapi negara dengan high public trust, transparency, dan pelayanan publik yang memadai.
Studi oleh Frey & Torgler (2007) dalam jurnal Public Choice menyimpulkan bahwa "moral commitment" untuk membayar pajak akan meningkat jika masyarakat merasa negara memberi nilai kembali (reciprocity).
Artinya, ketika pajak digunakan untuk kepentingan bersama seperti pendidikan gratis, layanan kesehatan yang layak, infrastruktur publik yang nyata maka masyarakat akan merasa pajak adalah bentuk gotong royong, bukan pemerasan.
Dalam pendekatan psikologi, ini disebut reciprocal fairness, jika seseorang memberi (membayar pajak), ia berharap diberi kembali (pelayanan publik yang adil). Ketika prinsip ini dilanggar, respons psikologis yang muncul adalah resistance, bukan kolaborasi.