Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Freshgraduate Psikologi UST

Psychology enthusiast, penulis dan pembaca, masih terus mencari definisi "manusia" secara utuh.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Psikologi & Pajak, Stres Hingga Enggan Bayar

7 Agustus 2025   23:12 Diperbarui: 7 Agustus 2025   23:12 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: Pixabay.com/wal_172619

Perkataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, terkait masyarakat yang ingin penerimaan pajak naik tapi enggan bayar pajak jadi sorotan. Kebanyakan memang bertanya, masyarakat mana yang ingin pajak naik? Sisanya mengomentari mengapa mereka enggan bayar pajak.

Pajak memang adalah kewajiban negara, namun kita perlu mengulik lebih dalam mengapa seseorang bisa malas membayar pajak. Dengan memakai pendekatan psikologi, mungkin pernyataan Sri Mulyani tentang kontradiksi tersebut bisa sedikit terjawab.

Namun, kita juga tidak bisa memisahkan kondisi psikologis masyarakat dari realita ekonomi yang dihadapi. Setelah ditetapkannya pajak PPN 12%, masyarakat dihantam badai PHK massal. Bahkan World Bank menyatakan 60% warga Indonesia tergolong "miskin" atau rentan miskin (World Bank, Indonesia Poverty Assessment 2024).

Belum lagi kebijakan baru seperti pemblokiran rekening dorman oleh PPATK, pengambilalihan tanah "nganggur" oleh ATR/BPN, dan ketatnya regulasi royalti lagu. Semuanya terasa seperti bentuk lain dari "penarikan kekayaan pribadi oleh negara".

Walau tidak langsung berbentuk pajak, tekanan ini menciptakan efek psikologis serupa: ketakutan, ketidakpastian, dan rasa terintimidasi oleh negara.

Beban Psikologis dari Pajak

Kenaikan pajak bukan hanya berdampak pada keuangan, tapi juga pada kesehatan mental masyarakat. Dalam studi oleh Mimura, Koonce, & Plunkett (2010) berjudul Financial Stress and Psychological Distress, ditemukan bahwa tekanan finansial berkorelasi positif dengan gangguan kecemasan dan depresi, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

Khusus di Indonesia, data dari riset Pusat Studi Psikologi Sosial UI (2023) menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang dianggap tidak adil, seperti kenaikan PPN, menurunkan perceived control individu terhadap hidupnya. Ini berarti, masyarakat merasa kehilangan kendali atas keuangan dan masa depan mereka.

Beban psikologis juga muncul dari perubahan gaya hidup yang dipaksakan, seperti menunda kebutuhan penting, menyusun ulang prioritas keluarga, atau bahkan harus berutang. 

Hal ini menempatkan individu dalam kondisi chronic stress yang bisa berdampak jangka panjang pada kesejahteraan mental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun