Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Babad Ikhwan Mistis: Gerimis Melanda Hati

14 Januari 2020   15:18 Diperbarui: 14 Januari 2020   15:54 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Pexels

Ical, Wahyu, dan Dede seperti biasanya duduk bersenda gurau di kantin belakang kampus. Tentu saja mereka sambil melirik sana-sini mencari akhwat untuk sekedar digodai, apalagi mahasiswi baru. Mata mereka begitu jelalatan menerawang ke segala penjuru kampus, terutama jalan dari depan lorong kantin yang posisinya tepat berhadapan dengan tempat duduk mereka.

Sebagai mahasiswa usang, alias tingkat akhir mereka sedikitnya mulai disibukan dengan layaknya kepentingan mahasiswa semester akhir, proposal, bimbingan, dan kerja lapangan. Namun hal itu nampaknya tidak sama sekali mengurangi semangat membara pencarian cinta sejati. Apalagi di tingkat akhir, perasaan mereka makin was-was jika terus saja melajang.

Pembicaraan soal wisuda, terkhusus untuk pendamping pada saat itu tiba menjadi topik yang semakin santer dibicarakan para member KIMBERLI. Satu demi satu memastikan diri akan ditemani oleh seorang pasangan. Misalnya Bale, sudah sejak jauh-jauh hari ia mendata siapa saja yang berminat untuk mendampingi dirinya ketika kelak wisuda. Tak main-main, banyak akhwat yang mendaftarkan diri sebagai calon pasangan Bale.

Bursh pun demikian, dengan kharisma seorang pemimpin ia banyak disodori proposal pengajuan pendamping wisuda. Egi, Roy, dan Ivan juga mengalami hal yang sama. 

Para ikhwan borjuis sedikitnya sudah lebih aman tentang siapa yang akan menemani mereka pada saat wisuda. Kalau Izal dan Mou beda lagi ceritanya, saking ingin mendapat pasangan saat wisuda mereka sengaja membagikan brosur ajakan menjadi pasangan yang mereka selipkan di dashboard motor para akhwat kampus.

Berbeda dengan kaum proletar, walaupun kelihatannya mereka santai dan banyak tertawa, tetapi jika ditelisik lebih jauh sebetulnya ada semacam rasa getir soal siapa yang akan menemani mereka kelak ketika wisuda. Meskipun waktunya masih lama, mereka merasakan kengerian yang sama. Siapa yang akan mendampingi mereka saat wisuda selain keluarga.

Dede memulai "Bro, kira-kira wisuda nanti yang harus dateng siapa aja?"

"Kalo gua sih keluarga aja De, kenapa sih lu nanya gitu?" Tanya Ical heran.

"Nggak, yang lain rame aja bahas soal itu".

"Halah masih lama ini De" Wahyu menyela.

"Iya sih Yu, tapi kepikiran aja gitu"

"Ah lu kemakan omongan sih Bursh aja kan" Ketus Wahyu.

"Tapi menurut lu gimana Yu"

"Gua sih nggak terlalu mikirin kesana, yang penting sekarang skripsi gua beresin dulu, baru deh soal gituan dipikirin, tapi nggak wajib juga sih ada pasangan pas wisuda, keluarga aja cukup De"

Ical tidak ikut berkomentar di tengah perbincangan itu. Ia banyak melamun sambil sesekali menyeruput kopinya. Dede dan Wahyu keheranan, tadi Ical tidak begitu. Masih dalam tatapan kosong, Ical dikejutkan oleh tepukan Wahyu

"Ngelamun aja lu! Kepikiran juga" Tanya Dede.

"Nggak sih, Cuma ya terkadang gua mau juga kaya yang lain"

"Mau ada pendamping?"

"Ya sedikitnya ada mau sih"

Wahyu sudah bisa menebak jalan pikiran Ical. Ia menduga ada semacam keirian dalam diri temannya itu, juga dalam diri Wahyu sendiri. Tetapi mereka juga sama-sama berpikir tentang urgensi dari hal tersebut. Mereka sebenarnya memahami juga bahwa tidak ada urgensi tentang harapan mereka itu. Wahyu juga sadar bahwa ini bukan soal urgensi, tetapi soal gengsi.

Mereka terdiam dalam beberapa saat. Terlihat dari kejauhan Bursh tengah berjalan bersama seorang akhwat. Mereka tampak akrab dan harmonis, seolah telah menjalin hubungan yang lama sekali, dan tampak seperti telah punya tiga orang anak saking kelihatan harmonisnya. Entah siapa yang bersama Bursh, namun itu membuat Ical, Dede, dan Wahyu kebakaran jenggot.

Idealisme yang mereka tadi coba pertahankan mulai luntur perlahan ketika melihat kemesaraan Bursh. Itu baru satu, selang beberapa menit, Bale datang ke kampus, ia tampak membonceng seorang akhwat. Ia mengenakan gamis berwarna merah padam, dengan tas punggung kecil, ya tidak terlalu kecil pula, sepertinya sedang, menempel dengan rapi, kelihatan cocok dan pantas. Belum lagi kacamata sedang yang menghiasi wajahnya menambah kesan anggun.

Ical mulai geram dengan situasi yang ia lihat itu. Ia mulai duduk dengan tidak tenang.

"Kita juga tidak boleh kalah"

"Hmmmmmm" Gumam Dede.

"Kenapa De?" Tanya Wahyu.

"Kayanya usul Ical bener juga".

"Jadi kita juga perlu nyari gitu?" Wahyu memastikan.

"Proletar juga butuh bahagia Yu, butuh pendamping" Balas Ical.

"Tapi Cal, masalah modal, wajah dan dompet, gimana, buat makan aja susah, apalagi buat pasangan" Keluh Wahyu.

"Itu dia masalahnya"

Lalu sejenak mereka kembali terdiam. Hasrat yang menggelora dalam dada berbenturan dengan realita di pelupuk mata. Niat ingin bahagia, namun tersandera kenyataan. 

Dalam situasi bersedih itu, langit seolah mengamini kegundahan mereka. Tak lama, awan hitam mulai membumbung diatas langit. Mereka berdatangan lalu bertumpukan satu sama lain.

Makin banyak awan yang datang makin kelam situasi langit. Tetesan pertama tepat jatuh diatas seng atap kantin sehingga menimbulkan suara yang didengar oleh semua. Seolah-olah tetesan itu beratnya satu kilogram "Trang" bunyinya. Dan pada akhirnya sanak keluarga dari tetesan pertama turun, menghujam bumi tanpa kenal takut. Ia membentur tanah, dan terpental beberapa senti kemudian.

Guyuran hujan itu seolah menjadi jawaban dari perasaan yang sedang dialami oleh Ical, Dede, dan Wahyu. Mereka sama sekali tak berucap, tapi mereka sama-sama tahu, pertanyaan mereka sudah terjawab oleh turunnya hujan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun