Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Khotbah di Kuburan

3 Januari 2020   21:14 Diperbarui: 3 Januari 2020   21:32 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Enriquelopezgarre

Pagi tadi masyarakat digemparkan oleh teriakan anak-anak sekolah. Mereka berteriak dengan nada mencaci dan memaki. Orang-orang yang masih sibuk dengan aktivitas pagi hari pun dibuat terganggu oleh teriakan mereka. Para petani yang hendak berangkat ke sawah harus mengerem jalannya untuk sekedar menengok apa yang dilakukan anak-anak itu.

Penjual bubur berhenti memukul mangkuk dengan sendoknya untuk sejenak menengok apa yang diperbuat mereka. Para pekerja kantoran juga terlihat sibuk memberhentikan sepeda motornya untuk memperhatikan kelakuan mereka. Ya, hampir semua orang yang melintas mau tidak mau harus dibuat terpaku beberapa saat sambil memandang anak-anak yang tak henti-hentinya meracau.

"Bodoh bodoh bodoh!" Ujar mereka sambil bertepuk tangan.

Malah terlihat beberapa anak yang sepertinya sudah SMP melempar kerikil ke sebelah utara kuburan. Dengan tidak mengindahkan kesakralan kuburan mereka malah makin asyik melolong sambil silih berganti melempar kerikil. Padahal jam sekolah sudah lewat 10 menit, tetapi mereka masih saja lalu lalang disana. Bahkan kini sambil bernyanyi.

Terganggu dengan kelakuan mereka, Pak Darman terlihat tak tahan dan segera menghampiri mereka. Sambil tergesa-gesa Pak Darman membentak "Hey bubar kalian, sana sekolah!" Anak-anak itu tampak tidak menghiraukan titah dari Pak Darman, mereka masih tetap berkerumun disana, tetap memaki, juga sambil melempari.

Dibalut emosi pak Darman kian mendekati mereka, "Aduh aduh maaf pak!" Salah seorang anak kesakitan di jewer pak Darman. Setelah itu baru mereka mulai meninggalkan tempat itu dan dengan terbirit-birit berlarian ke sekolah karena sudah telat.

Sampai di situ pak Darman mulai tenang, namun saat ia menoleh ke arah lemparan batu anak-anak tadi ia melihat seorang lelaki paruh baya duduk di pusara makam, sambil tertunduk, dengan dikelilingi batu lemparan anak-anak tadi.

Lelaki itu, ia mengenakan jubah putih, lengkap dengan mengenakan turban dan sorban yang menutupi kepalanya. Ia kini terlihat berdiri di depan makam itu, tingginya mungkin 170cm, cukup tinggi untuk orang yang tinggal di desanya. Pak Darman sedikit demi sedikit, sambil berjalan perlahan lalu berusaha mengampirinya.

"Maaf anda siapa?" Ujar pak Darman

Lelaki itu tidak menoleh, kini ia malah mengangkat kedua tangan layaknya berdo'a, dengan getir pak Darman agak menjaga jarak dan mencoba melihat dan mendengar yang dilakukan lelaki misterius itu.

"Dan kau yang mati, berbahagialah kamu, engkau sudah bebas, engkau merdeka dari segala kesulitan, namun sudah seharusnya engkau menyesal, menyesalah atas segala perbuatanmu!"

Pak Darman mendengarkan dengan seksama, ia mulai ketakutan, tidakkah ini orang gila, tapi mana mungkin orang gila berpakaian rapih macam syekh begini. Ia masih menyimak apa yang dilakukan lelaki itu.

"Engkau seharusnya bangga sudah tiada, jangan seperti orang hidup, ia berbangga atas kehidupannya, tapi banyak lupa atas segala kesalahannya, maka celakalah orang-orang yang hidup!"

Karena tidak sabar, pak Darman kemudian memberanikan diri memanggil kembali lelaki itu "Hey, sedang apa kamu!" suaranya kini agak meninggi.

Sejenak, lelaki itu kemudian diam, ia terjeda dari ucapannya yang berapi-api. Sampai beberapa saat ia membalikan badan dan menoleh. Pak Darman kelihatan kaget ketika lelaki itu menatapnya, benar dugaan pak Darman, lelaki ini memang gaya dan tampangnya layaknya kiai atau syekh dari arab, brewok dan hidungnya mancung khas timur tengah.

"Ada apa?" Kata lelaki itu

"Kamu yang sedang apa?" Balas pak Darman

"Aku sedang berkhotbah!"

Pak Darman agak sedikit keheranan, tidakkah ini pasien rumah sakit jiwa yang kabur atau orang yang kesetanan.

"Dasar aneh, kenapa khotbah di kuburan?"

"Memangnya tidak boleh?" Ia balik bertanya

"Apa maksudnya khotbah dikuburan, Anda gila?" Ujar pak Darman sedikit emosi.

"Aku sedang menasehati orang yang mati!"

"Gila Anda ini!"

"Ya saya gila, makanya saya menasehati orang mati, karena mereka tidak akan mengatakan saya gila," balasnya

"Dasar lelaki aneh, pergi dari sini, membuat resah saja anda ini!"

"Memang susah menasehati orang hidup, mereka mencaci, memaki!"

Pak Darman yang sudah dibalut amarah kemudian mendorong lelaki itu sampai tersungkur, terlihat darah mengucur dari pelipis matanya. Pak Darman lantas berhenti sejenak, ia melihat lelaki itu perlahan bangkit dan duduk di samping sebuah pusara. Ia menoleh ke arah pak Darman dan tersenyum. Lalu ia mengelus-ngelus bagian atas pusara yang ada di depannya.

"Memang terkadang kita harus merasakan mati dulu agar tau apa arti dari sebuah penyesalan" Katanya pelan.

Pak Darman samar-samar mendengar ucapannya, namun seketika juga dibuat ngeri. Tak lama langit pagi itu yang memang sudah mendung, mulai menjatuhkan kandungan yang ada di dalamnya. Rintik hujan mulai terasa membasahi kening Pak Darman, dan berselang beberapa saat, gerimis itu berubah hujan dengan intensitas sedang.

Pak Darman berlari mencari tempat berteduh, saat ia sampai di sebuah gubuk di samping kuburan, ia melihat lelaki itu masih tertunduk di depan makam sambil mengangkat kedua tangannya.

Di saat bersamaan, tepat di samping gubuk yang di diami pak Darman adalah jalan desa, orang-orang yang akan berangkat bekerja pagi itu terlihat berlarian menghindari hujan yang semakin deras.

Sampai dalam sekejap, tepat di depan mata pak Darman seorang lelaki coba menyebrang jalan dengan terburu-buru. Pada saat yang sama pula sebuah motor dari arah barat melaju dengan kecepatan tinggi, tampaknya pemuda yang mengendarainya tergesa-gesa untuk menghindari hujan.

"Duar!" ya, kejadian yang dibarengi suara gemuruh itu tak lagi dapat dihindarkan. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Pak Darman kaget dan terperanjat, dan langsung segera berupaya menolongnya, serentak bersama orang-orang yang ada di sekitar sana.

Saat mereka menghampirinya, terlihat pemuda yang menaiki motor masih selamat dengan luka di tangan dan kaki, sementara lelaki penyebrang itu terbujur kaku dengan luka di kepala.

Alangkah tekagetnya pak Darman saat wajah lelaki itu diangkat untuk diamankan oleh masyarakat. Ya, itu lelaki aneh yang ada di kuburan! Pak Darman gemetar.       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun