Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Khotbah di Kuburan

3 Januari 2020   21:14 Diperbarui: 3 Januari 2020   21:32 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Enriquelopezgarre

"Aku sedang menasehati orang yang mati!"

"Gila Anda ini!"

"Ya saya gila, makanya saya menasehati orang mati, karena mereka tidak akan mengatakan saya gila," balasnya

"Dasar lelaki aneh, pergi dari sini, membuat resah saja anda ini!"

"Memang susah menasehati orang hidup, mereka mencaci, memaki!"

Pak Darman yang sudah dibalut amarah kemudian mendorong lelaki itu sampai tersungkur, terlihat darah mengucur dari pelipis matanya. Pak Darman lantas berhenti sejenak, ia melihat lelaki itu perlahan bangkit dan duduk di samping sebuah pusara. Ia menoleh ke arah pak Darman dan tersenyum. Lalu ia mengelus-ngelus bagian atas pusara yang ada di depannya.

"Memang terkadang kita harus merasakan mati dulu agar tau apa arti dari sebuah penyesalan" Katanya pelan.

Pak Darman samar-samar mendengar ucapannya, namun seketika juga dibuat ngeri. Tak lama langit pagi itu yang memang sudah mendung, mulai menjatuhkan kandungan yang ada di dalamnya. Rintik hujan mulai terasa membasahi kening Pak Darman, dan berselang beberapa saat, gerimis itu berubah hujan dengan intensitas sedang.

Pak Darman berlari mencari tempat berteduh, saat ia sampai di sebuah gubuk di samping kuburan, ia melihat lelaki itu masih tertunduk di depan makam sambil mengangkat kedua tangannya.

Di saat bersamaan, tepat di samping gubuk yang di diami pak Darman adalah jalan desa, orang-orang yang akan berangkat bekerja pagi itu terlihat berlarian menghindari hujan yang semakin deras.

Sampai dalam sekejap, tepat di depan mata pak Darman seorang lelaki coba menyebrang jalan dengan terburu-buru. Pada saat yang sama pula sebuah motor dari arah barat melaju dengan kecepatan tinggi, tampaknya pemuda yang mengendarainya tergesa-gesa untuk menghindari hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun