Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babad Ikhwan Mistis: Siapa Butuh Demonstrasi?

29 November 2019   18:15 Diperbarui: 29 November 2019   18:35 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/Wikilmages

Peringatan kinerja tahunan penguasa menjadi sebuah ajang yang pas digunakan oleh berbagai kalangan untuk menyampaikan aspirasinya. Mulai dari mahasiswa, petani, nelayan, buruh, sampai guru honorer. Mereka kompak dalam menuntut keadilan serta mengadu nasib.

Tentu Dede ini juga tak luput dari pandangan. Dede dan teman--temannya. Sekumpulan mahasiswa pengagum Soe Hok Gie sangat terobsesi menjadi agen revolusioner, katanya. Banyak dari mereka yang akan berangkat ke istana negara untuk meramaikan dan menambah keriuhan suasana demonstrasi disana.

"De, dua hari lagi peringatan 3 tahun kerja presiden, hayu demo ke ibukota" Ujar Bale

"Bener De, yuk ah" Tambah Bursh.

"Waduh gimana yaaah" Keluh Dede dengan bimbang.

"Eh malah gimana, elu ini mahasiswa, masa mau diem ajah liat negara lu yang makin rusak" Sergah Bale dengan nada kesal.

"Iyah gimana sih lu, kalo masalah duit buat kesana tenang aja, ada Bale" Goda Bursh.

"Bukan itu masalahnya Bursh"

"Lha terus kenapa?"

"Duh gimana yah, gue cuma ngerasa ada yang kurang bermakna aja kalo demo ke Jakarta"

"Wah kebangetan lu De, kurang bermakna gimana, lu ngga tau derita masyarakat Papua, lu ngga tau kasus korupsi E-KTP, lu ngga tau penggusuran paksa dimana--mana, apa lu juga ngga tau jarak si miskin dan si kaya makin jauh" Jawab Bale dengan emosi yang mulai terpancing.

"Wah parah lu De, lu jadi pro penguasa? Inget De mahasiswa itu agent of change, lu liat penderitaan rakyat, apa lu mau diem aja" Bursh menambahi

"Wis, santai dulu bro, maksud gue bukan kaya gitu" Bantah Dede

"Terus kenapa? Tumben amat lemes, kalo urusan demo, biasanya lu yang pertama ribut, ini kok malah adem ayem aja"

"Jadi gini bro, 3 hari lalu gue dapet kritikan dari mamang gue soal demo--demo kaya gini, itu yang buat pemikiran gue agak berubah dalam nyikapin hal beginian, bukan artinya gue jadi ngga peduli sama penderitaan rakyat" Balas Dede

Dari sana Dede menceritakan pebincangan singkat dirinya dengan mamangnya beberapa hari yang lalu, ia juga nampak bercerita dengan waspada, pandangnya tajam mengawasi, ia siap berlari jika sewaktu waktu emosi teman--temannya menjadi tak terkendali. Mamang Dede adalah seorang pekerja yang sudah melanglang buana ke banyak daerah.

Memang kerjanya hanya sebagai pesuruh, mulai dari jadi tukang sapu di Dinas Sosial Kota Bandung, OB di kantor Pemda Kota Garut, Bogor dan Tanggerang, pernah juga bekerja menjadi kuli proyek apartemen di Bali, Jakarta, bahkan sampai ke Palembang dan Makassar. Sedikitnya Dede merasa kagum akan pengalaman mamangnya ini. Saking kagumnya Dede sudah menganggap mamangnya itu sebagai idolanya.

Sampai ketika ia berniat akan berangkat untuk demo ke Jakarta, ia pun tak lupa meminta restu mamangnya ini.

"Mang, ntar tanggal 20 Dede mau ke ibukota, demo mang biasa" ujar Dede dengan percaya diri

"Wis, gaya kamu De, emang demo apa De?"

"3 tahun pemerintahan presiden kita mang"

"Mmmmm, apa yang mau di demoin De? Banyak temenmu yang ikut?"

"Wah bukan banyak lagi mang, hampir setiap mahasiswa dari 34 provinsi dateng ke Ibukota mang. Wah banyak yang mau kita tuntut mang, soal ekonomi lah, infrastruktur, pendidikan, politik, semuanya yang ngga bener kita tuntut mang, kasihan rakyat mang, menderita" Jawab Dede dengan nada setengah orasi.

"Ini ngga bisa dibiarin mang, kita bergerak untuk menyampaikan aspirasi rakyat" tambahnya

"Mmmmmmm"

"Kenapa mang, kok kaya ragu gitu?"

"Niatmu baik De, ada tapinya De?"

"Tapi kenapa mang?" Dede mulai curiga bercampur penasaran

"Tadi kamu bilang ke Ibukota demo untuk rakyat kan?"

"Betul mang"

"Benerkan kamu demo untuk rakyat yang menderita?"

"Beneran mang untuk rakyat!" Dede meyakinkan

"Tapi De, apakah kamu pernah berpikir lebih dalam?"

"Maksudnya lebih dalam gimana mang?"

"Gini De, oke niatmu mulia De, tapi apakah rakyat hatinya merasa terdemokan  dan dibela kepentingannya dengan adanya demonstrasi itu? Kan katanya demo demi rakyat, tapi rakyatnya sendiri merasa dibela kepentingannya nggak?

"Waduh, ngga tau ya mang, hehehehe" Jawab Dede dengan gugup.

"Nah itu De, jangan hanya berdemo tanpa juga menyentuh hati rakyat yang akan kita bela kepentingannya"

"Tapi mang, setidaknya kita sudah peduli dengan kepentingan mereka, toh ini juga demi kebaikan mereka"

"Betul De, hanya saja sekarang mamang tanya, tadi kamu bilang mau membela nasib guru honorer kan, nah apa kamu sudah melakukan audiensi atau jajak pendapat dengan mereka? Ya untuk sekedar mengetahui pokok permasalahan mereka dilapangan bagaimana? Atau pernahkah kamu membantu dan mendapampingi mereka ke dinas pendidikan untuk beraudiensi masalah nasib gaji guru honorer? Atau kamu hanya tau keterindasan mereka dari internet dan cerita teman, lalu kamu tergugah untuk ikut berdemo?" Tanya mamang

"Mmmmm, mhhmmmm, duh gimana yah mang, belum pernah bantu atau audiensi dengan mereka secara langsung juga sih mang, iya, dapet info dari temen aja sih mang mereka yang dampingin"

"Kalau seperti itu demonya jadi ngga meaningfull, oke lah bermakna buatmu, tapi buat mereka belum tentu. Dalam berdemo modal peduli saja ngga cukup De, sebelumnya kamu harus turun langsung mendapatkan hati rakyat yang ingin kamu bela dulu, bantu dulu mereka dengan apa yang bisa kamu usahakan, kan enak kalo begitu, kalau kata orang pintar jadinya simbiosis mutualisme, ketika demo kamu akan dido'akan oleh mereka, bisa sampai dikasih bekel juga kan, itu jadi bukti bahwa demo mu ini memang benar atas dasar dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, kau jauh lebih paham dari mamangmu ini De"

"Jangan sampai ketika kamu berdemo, rakyat yang kamu bela malah tak mengindahkan dan seolah cuek, bahkan sampai risih oleh aksi demo mu, kan aneh!. Demonstrasi itu harus, dan demonstrasi yang meaningfull itu wajib". Tambahnya

"Mmmm iya juga sih mang" Jawab Dede.

"Ya itu hanya pendapat dari seorang lulusan SD yang awam seperti mamang, kamu ini mahasiswa harusnya bisa lebih paham lagi"

"Nggak mang, pendapat mamang memang ada benarnya, Dede jadi malu ngga bisa berpikir sampai sejauh itu, kesannya cuma jadi demo tuturut munding, makasih loh mang nasehatnya" Pungkas Dede

Pemikiran baru mulai menjangkit pikiran Dede, ia selalu dihantui oleh apa yang dikatakan mamangya itu, "Terus siapa orang yang kubela dalam demo ini? Mereka saja tidak merasa dibela kepentingannya" Pikiran itu terus mengganggunya beberapa hari ini. Cerita itulah yang disampaikan Dede kepada Bale dan Bursh.

Mendengar cerita Dede mereka hanya pelanga--pelongo, antara paham atau tidak, mengiyakan atau membantah tak jelas. Akhirnya mereka berpikir kembali sebelum berangkat berdemo ke Ibukota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun