"Parah, lu yang rese" Balas Edik.
Yai Izan Nampak mendiamkan perdebatan yang tengah terjadi antara kaum pro dan bro. Ia kemudian berpikir bahwa betapa berbahayanya kontestasi macam begini bagi keutuhan dan stabilitas kampus. Petuah yang baru saja ia berikan seolah hampa dan tak bernilai guna di hati para ikhwan pro dan bro. Ia membayangkan pula bagaimana jika kontestasi ini dibiarkan begitu saja, tentu akan membuat binasa seisi kampus.
Yai Izan kemudian teringat pada pesan dari gurunya, soal hawa nafsu, jangankan orang lain, saudara sendiri pun kau penggal. Betapa bahayanya hawa nafsu jika terlepas dari genggaman jiwa seseorang. Ia akan merusak dan menyerang membabi buta, pikirnya. Hal ini yang dirasa oleh Yai Izan tengah mendera para kaum pro dan bro. Ambisi mereka terhadap satu hal telah membuat mata, akal, dan hati mereka menjadi runyam dan kelam.
Di sisi lain Yai Izan masih saja mendiamkan pergumulan yang masih terjadi antara kaum pro dan bro. Bahkan kini lebih panas dan mencekam. Bale bahkan mulai mengacunkan simbol perkelahian dengan jari tangannya. Dede tak kalah dan memabalasnya dengan ujaran kebencian. Namun lagi-lagi Yai Izan masih saja tetap mendiamkannya.
Lama kelamaan, di tengah arus perdebatan yang tak lagi sehat, Wahyu keheranan juga "Kok Yai Izan malah diem-diem bae" Pikirnya dalam hati. Bahkan tatkala perdebatan panas antara Duls, Babe, dan Mou melawan Egi dan Ivan, Yai Izan malah dengan santai menyeruput segelas kopi dan memakan beberapa gorengan yang ada.
Di pihak kaum bro, keadaan ini juga dirasakan oleh Eri. Ia heran atas pendiaman yang dilakukan oleh Yai Izan. Ingin ia menyuruh Yai Izan untuk melerai perdebatan yang sedang terjadi, namun Eri tak bisa melakukannya. Apa yang sebenarnya yang ada di pikiran Yai Izan, mengapa hal ini malah ia biarkan terjadi? Mengapa?
To be continued!Â