Pendidikan kritis juga menolak bentuk otoritarianisme dalam proses pembelajaran, dimana guru berperan layaknya dewa yang haram untuk dibantah.
Pendidikan kritis justru menekankan pada interaksi dan dialog yang terjadi dalam pembelajaran antara murid dan guru sebagai ruhnya. Sehingga yang terjadi adalah murid memainkan peran aktif dalam proses pembelajaran.
Hal yang menjadi pertanyaan utamanya kemudian adalah, mengapa harus dengan pendidikan kritis? Apakah pendidikan konvensional tidak bisa menangkal krisis yang terjadi? Jawabannya tentu akan sulit jika mengandalkan pendidikan konvensional. Ini terletak pada akan lesunya kreativitas dan daya serap siswa terhadap konten yang mereka tangkap, karena pembelajarannya sendiri kurang bermakna bagi siswa.
Corak pendidikan konvensional yang cenderung dogmatis lagi indoktrinatif jelas membuat krisis yang terjadi akan lebih berkembang lagi. Tentu alasannya karena produk dari pendidikan konvensional akan cenderung lemah baik itu secara pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.Â
Menurut Freire, produk pendidikan konvensional adalah manusia yang terjebak pada tingkat kesadaran magis ataupun naif. Artinya mereka sulit untuk berubah dan melakukan perubahan yang progresif.
Itulah sebab mengapa estafeta krisis moral dan akal sampai saat ini masih juga tak kunjung menemukan titik terang. Sudah selayaknya pendidikan krtitis menjadi bahan kajian bagi mereka yang bergelut di ranah pendidikan.Â
Berusaha mempelajari, memahami, seraya mengamalkannya sebagai solusi jangka panjang pembenahan situasi krisis yang kini masih merundung. Â Â Â