Oleh: Rahma Nur Fitriani
Di tengah dominasi sistem ekonomi kapitalistik yang kadang abai pada nilai kemanusiaan, ekonomi syariah hadir sebagai solusi yang berlandaskan nilai spiritual, keadilan, dan tanggung jawab sosial. Artikel ini saya tulis sebagai refleksi sekaligus ajakan bagi kita semua untuk melihat kembali wajah ekonomi dari kaca mata Islam yang lebih manusiawi.
Bukan Sekadar Uang, Tapi Jalan Hidup
Banyak orang hari ini menjalani kehidupan ekonomi seperti lomba lari: cepat, kompetitif, dan penuh tekanan. Tapi Islam mengajarkan bahwa ekonomi adalah bagian dari ibadah. Dari cara kita bekerja, bertransaksi, hingga mengelola kekayaan semuanya punya nilai di sisi Allah.
Ekonomi syariah bukan sistem kaku, tapi sistem hidup. Ia lahir dari nilai-nilai Qur’ani, seperti larangan riba (Al-Baqarah: 275), perintah menunaikan zakat (At-Taubah: 103), hingga ajaran kejujuran dan keadilan dalam berdagang (Al-Mutaffifin: 1-3). Nilai-nilai ini bukan hanya idealisme, melainkan solusi nyata dalam dunia yang kompleks.
Keadilan, Bukan Keserakahan
Satu hal yang membedakan ekonomi syariah dengan sistem kapitalis adalah visinya terhadap keadilan. Dalam ekonomi Islam, kekayaan bukan untuk ditimbun, tapi untuk dibagikan. Allah mencela mereka yang menimbun emas dan perak tanpa menafkahkannya di jalan Allah (QS. At-Taubah: 34-35).
Sistem zakat, infak, wakaf, dan sedekah bukan hanya bentuk kedermawanan, tapi mekanisme ekonomi yang mencegah kemiskinan struktural. Inilah yang kadang terlupakan: bahwa ekonomi bukan semata soal profit, tapi juga keberkahan dan tanggung jawab sosial.
Akad dalam Islam: Kontrak Berbasis Amanah
Satu hal yang saya kagumi dari ekonomi syariah adalah konsep akad suatu kontrak yang tidak hanya sah secara hukum, tapi juga bernilai moral. Baik itu akad mudharabah, musyarakah, maupun murabahah, semuanya mengedepankan transparansi, saling percaya, dan tanggung jawab bersama.