Mohon tunggu...
Rahman Key
Rahman Key Mohon Tunggu... Penulis - In GOD we trust!!

LLM Student in St. Petersburg State University, Russia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mampukah Kita Menahan Diri Saat Keadaan Emosi Sedang Tidak Stabil

6 Januari 2019   03:27 Diperbarui: 6 Januari 2019   03:44 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa dalam berpolitik adalah langkah yang sulit dijalani, kita sering jumpai banyak tokoh politik yang hobi mengeluarkan potongan kata-kata bijak. Apalagi di era bonus demografi saat ini yang memiliki konsekuensi melahirkan generasi-generasi muda potensial. Kita sering jumpai di media sosial anak-anak muda memposting potongan "quotes" tentang kondisi bangsa apakah itu tentang politik, ekonomi, hukum, sosial-budaya, atau tentang kepemudaan. Entah kata-kata itu dinuqil (agar lebih bagus dari kata menjiplak) dari perkataan orang lain atau benar-benar pemikirannya sendiri.Tidak bisa dipungkiri, bahwa saat ini anak muda menjadi titik tumpu dalam perhelatan dunia politik. Populasi masyarakat kita pada usia produktif sedang berada di titik klimaks yang memaksa anak muda menjadi pilihan yang solutif dalam pembangunan bangsa dan negara.

Kita bisa temukan banyak hipotesis mengenai kondisi bangsa ini yang disajikan oleh anak-anak muda, dengan serangkaian teori yang menjadi premis dari setiap proposisi yang disampaikan. Kiranya itu menjadi salah satu tanda efek positif dari bonus demografi.

Namun hendaknya anak muda belajar dari tokoh-tokoh senior, terutama dalam hal kedewasaan. Apakah itu dalam etika profesionalitas ataupun dalam berpolitik dan berorganisasi. Karena anak muda memiliki kemampuan "mengendalikan" orang lain untuk kepentingan dirinya melalui agitasi, sedangkan orang tua mampu "mengendalikan" dirinya untuk menguasai orang lain dengan kedewasaan.

Kedewasaan itu diukur ketika seseorang menghadapi kondisi yang membuat emosinya tidak stabil, kita bisa melihat keputusan yang diambil tepat atau tidak. Namun persoalannya bukan pada tepat atau tidaknya sebuah keputusan itu diambil. Tapi efek dari keputusan yang diambil dalam kondisi emosi yang tidak stabil akan melahirkam masalah baru tanpa menyelesaikan masalah yang ada.


Sebagai contoh, saya pernah berada di tengah kegiatan kongres ke 4 Partai Amanat Nasional tahun 2015 di Nusadua, Bali. Kiranya inilah atmosfer kongres PAN terpanas dari kongres-kongres sebelumnya dimana pemilihan Ketua Umum diselesaikan hingga head to head penghitungan suara (3 kongres PAN sebelumnya ditutup dengan pemilihan ketua umum secara aklamasi).

Saya mengikuti tahapan kongres dari awal dimana nama saya yang awalnya masuk sebagai panitia, kemudian harus hilang pasca digantinya ketua organizing comitee, hingga sampai selesai kongres. Saya menyaksikan betul dimana kekuatan suara Ir. H. M. Hatta Rajasa begitu besar hingga saat verifikasi internal di sebuah auditorium yang dikhususkan untuk tim pemenangan.

Namun ketika pemilihan berjalan, kenyataannya berbalik. Banyak suara yang hilang dan lari sehingga H. Zulkifli Hasan memenangkan kongres dengan selisih 6 suara (292 vs 286). Menang tipis membuat Zulkifli Hasan ditetapkan sebagai ketua umum PAN untuk periode 5 tahun.

Setelah pemilihan selesai saya dengan satu mobil bersama beberapa petinggi partai bergegas menemui Ir. Hatta Rajasa di sebuah tempat. Setelah berkumpul kami dengarkan para elite partai di tim berbicara satu persatu. Berbagai macam pandangan dituangkan, ada yang tidak terima dengan hasil kongres, hingga keinginan meninggalkan partai. 

Setelah mendengarkan pandangan dari beberapa orang, beliau (Hatta Rajasa) berbicara dengan intonasi yang tenang ciri khas beliau sambil mengajak kami bersabar dalam menghadapi hasil pahit itu. Dan sementara tidak mengambil keputusan politik mengenai hasil kongres. Hingga akhirnya orang-orangpun menyadari, dalam kondisi gentingpun, Hatta Rajasa tidak ingin kehilangan sifat bijaksananya.

Ia mengajarkan bahwa pentingnya kedewasaan berpolitik, yaitu mengendalikan diri ketika dihadapkan dalam kondisi yang bisa membuat emosi kita tidak stabil. Karena pengambilan keputusan disaat emosi mengalami "unstability" bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan orang lain.

Kedewasaan seperti itu harusnya dijadikan contoh bagi anak-anak muda potensial di negeri ini, terutama bagi anak muda yang memiliki passion menjadi pemimpin dalam sekup apapun di negara ini. Sehingga segala keputusannya tidak didasari oleh emosi yang dapat merugikan orang banyak.

Jawa Barat, 6 Januari 2019

Rahman Key (mantan Plt. Ketua Umum DPP Garda Muda Nasional)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun