Mohon tunggu...
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa
Rahma Ayuningtyas Fachrunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Writer, Psychologist

Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan psikolog pendidikan lulusan Universitas Gadjah Mada. Menulis tentang psikologi, tumbuh kembang, keluarga, perkembangan moral, pendidikan, sosial, dan refleksi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Berbasis Perilaku Prososial sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi Melalui Pengembangan Moral Siswa

11 Desember 2018   13:20 Diperbarui: 11 Desember 2018   13:32 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasib korupsi di Indonesia

Hingga  kini,  kasus  korupsi  di  Indonesia  tergolong  semakin mengkhawatirkan.  Hasil  Indeks  Persepsi  Korupsi  2016  yang  dilansir  oleh Transparency  International (dalam Sindonews, 25 Januari 2017)  menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat 90  dari  176  negara  di  dunia. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2011), upaya pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan hasil perubahan yang diinginkan, meskipun telah dilakukan berbagai macam upaya. Sehingga, inovasi praktik upaya pemberantasan korupsi masih perlu dikembangkan, baik sebagai upaya preventif maupun kuratif.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (2011) juga menjelaskan bahwa terdapat  dua  faktor  yang  mendorong  seseorang  untuk melakukan korupsi, meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi aspek perilaku seseorang, meliputi sifat tamak, moral yang kurang kuat, kebutuhan dan penghasilan, serta gaya hidup. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari aspek organisasi, sikap masyarakat terhadap korupsi, serta aspek ekonomi, politik, dan hukum.

Meski demikian, pada dasarnya setiap  manusia  berhak  untuk  mengatur  perbuatannya,  terlepas  dari  keberadaan kedua faktor tersebut. Ketika masyarakat  memiliki prinsip pemikiran dan perbuatan yang tidak mendukung eksistensi korupsi, maka mereka tidak akan membiarkan diri mereka kehilangan kontrol atas perilaku mereka dan melakukan tindakan buruk tersebut.  Salah satu hal yang mendasari prinsip-prinsip tersebut adalah moral.

Manusia sebagai makhluk bermoral dan pendidikan berbasis prososial

Moral merupakan cara seseorang dalam memandang suatu hal berdasarkan standar benar dan salah (Santrock, 2014). Penalaran moral merupakan hal yang perlu dilatih untuk memahami prinsip  moralitas  sejak  anak-anak. Hasil  studi  menunjukkan  bahwa perilaku  moral  seseorang berkorelasi  dengan  penalaran  moral (Blasi, dalam Ormrod, 2008). Dalam  pengembangan  penalaran moral, perilaku prososial perlu ditingkatkan agar seseorang memiliki gambaran mengenai perilaku yang tidak merugikan orang lain, sehingga ia dapat terhindar dari sifat dasar perilaku korupsi. Konsep  tersebut  perlu diterapkan  pihak sekolah untuk mengembangkan penalaran moral siswa atas kasus korupsi.

Pendidikan berbasis prososial mengacu pada konsep perkembangan moral menurut Blasi (dalam Lapsley, 2008), di mana moral dilihat sebagai suatu "The Self Model". Konsep ini melibatkan 3 komponen dalam melihat konsep moral sebagai bagian dari individu. Pertama adalah moral self, yang berfokus pada sejauh mana nilai-nilai moralitas tertanam sebagai identitas dirinya. Penerapan pendidikan prososial berkonsep untuk menjadikan nilai perilaku prososial sebagai identitas seseorang sehingga prinsip moralitas dapat selalu melekat dalam setiap tindakan individu.

Kedua adalah moral engagement, yaitu kondisi di mana seseorang merasa bertanggung jawab untuk melakukan perilaku bermoral serta membedakan perilaku amoral. Proses ini melibatkan penilaian (judgement) dan tindakan (action) dalam melihat konsep moralitas. Pendidikan prososial perlu mengembangkan prinsip peningkatkan responsibilitas seseorang untuk terlibat dalam perilaku bermoral. Ketiga yaitu self-consistency, di mana individu mencapai kongruensi antara pemikiran moral dan perilaku moral. Seseorang tidak melakukan tindakan buruk karena ia memahami bahwa hal tersebut adalah keburukan. Pendidikan prososial berusaha untuk mencapai kongruensi dari bagaimana seseorang menilai suatu tindakan terhadap apa yang ia lakukan. Sehingga, perilaku prososial dapat menjadi alat ukur seseorang dalam menilai prinsip-prinsip moralitas dalam masyarakat.

Sistem pendidikan ini melibatkan pihak sekolah, terutama sekolah dasar. Menurut Ecological Systems Theory of Development oleh Bronfenbrenner (Santrock, 2014), lingkungan sekolah berada di lingkup mikrosistem sehingga berperan besar dalam perkembangan anak. Pendidikan ini bertujuan untuk (1) mengembangkan moral siswa sebagai individu anti-korupsi, (2) membangun rasa tanggung jawab terhadap melakukan tindakan bermoral, serta (3) mencapai kongruensi antara pemikiran moral dan perilaku moral. Sekolah perlu menciptakan lingkungan yang mengedepankan nilai-nilai perilaku prososial serta  mengembangkan penalaran moral siswa secara aplikatif, seperti dengan memaparkan adanya dilema moralitas. Situasi tersebut akan melatih kemampuan penalaran moral siswa sehingga mampu menekankan kembali prinsip kehidupan dalam bermasyarakat, seperti menghormati hak orang lain serta tidak mengambil hak tersebut. Hal ini didukung oleh hasil studi Davidson bahwa anak-anak dan remaja yang melakukan penalaran pada tahap perkembangan moral lebih tinggi cenderung jarang berbuat curang dan lebih senang menolong orang lain (Ormrod, 2008).

Kegiatan untuk melatih pengembangan prinsip moralitas pada siswa dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti role play, diskusi dan reasoning, dongeng, belajar langsung di lapangan, maupun sesederhana menceritakan aktivitas prososial yang telah mereka lakukan dan mengapresiasinya. Secara garis besar, guru perlu melibatkan siswa dalam refleksi dan pemikiran mengenai boleh atau tidaknya suatu perilaku dilakukan. Dengan demikian, siswa akan menemukan penyelesaian dari konflik moralitas sederhana yang mereka temukan sehari-hari, sehingga proses belajar tersebut mampu membuat mereka mempertimbangkan dan merefleksikan kembali tindakan dan perasaan mereka (Kolb & Kolb, 2005).

Semua pihak berperan dalam pemberantasan korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun