Mohon tunggu...
Rahma Aslani
Rahma Aslani Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 FIsika Universitas Negeri Malang

Menulis untuk merawat ingatan, memahami budaya, dan menyapa masa depan. Dari sains hingga seni, dari keluarga hingga teknologi, semua adalah ruang belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa dan Warga Pagelaran Bersama Kembangkan Desa Budaya

16 Agustus 2025   11:30 Diperbarui: 16 Agustus 2025   11:23 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
UKM Sanggar Minat dan Tokoh Desa Pagelaran(Sumber: Dokpri) 

Suasana Balai Desa Pagelaran, Kabupaten Malang, sore itu terasa berbeda. Deretan kursi terisi penuh oleh warga desa, mahasiswa, dan penggerak seni lokal. Semua hadir dengan tujuan yang sama: berbagi ide untuk menghidupkan Pagelaran sebagai desa budaya yang berdaya saing dan mandiri.

Forum itu adalah Focus Group Discussion (FGD) yang mempertemukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Minat Universitas Negeri Malang dengan masyarakat Pagelaran. Dari sinilah lahir beragam gagasan segar untuk mengembangkan potensi seni, kerajinan, dan pariwisata desa.

Dalam diskusi, enam program menjadi sorotan utama: SATU DESA, SAPA DESA, JAGA DESA, Gerabah Innovation Production (GIP), LEBARAN, dan Sorak Sorai Pagelaran.

  • SATU DESA menekankan pentingnya penguatan peran pokdarwis (kelompok sadar wisata) sebagai pengelola desa budaya agar tidak terjadi tumpang tindih kepemimpinan.

  • SAPA DESA fokus pada promosi digital, terutama lewat Instagram yang dinilai lebih efektif dibanding website. Mahasiswa akan turut membantu melakukan promosi ke sekolah-sekolah di wilayah kecamatan.

  • JAGA DESA membekali pemandu wisata desa dengan keterampilan komunikasi agar lebih ramah dan profesional saat menerima tamu.

  • GIP mendorong inovasi desain gerabah, supaya produk lokal tidak hanya bernilai ekonomi tapi juga bisa menjadi identitas khas Pagelaran.

  • LEBARAN menghadirkan pertunjukan seni kolaboratif---tari, musik, drama, hingga kerajinan---yang juga didokumentasikan dalam bentuk e-book sebagai upaya pelestarian budaya.

  • Sorak Sorai Pagelaran menjadi festival budaya puncak yang menampilkan karya seni, kerajinan, dan kuliner khas. Ajang ini dirancang sebagai promosi eduwisata sekaligus ruang ekspresi warga.

Meski penuh semangat, tantangan tetap ada. Misalnya, masih lemahnya pembinaan pokdarwis, promosi yang belum merata, serta keterbatasan inovasi produk gerabah. Namun, diskusi juga menghasilkan solusi: penguatan kelembagaan, pelatihan rutin, serta kolaborasi lebih erat antara mahasiswa dan masyarakat. Seperti yang disampaikan salah satu narasumber dalam forum: "Keberhasilan utama terletak pada penguatan struktur dan komunikasi antar unit. Jika pokdarwis solid, maka semua aktivitas akan berjalan lancar."

FGD ini menjadi pijakan awal bagi Pagelaran untuk melangkah lebih jauh. Dengan gotong royong, Pagelaran tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga membuka diri pada inovasi dan peluang eduwisata.

Keberhasilan program ini juga sangat ditentukan oleh kesinambungan. Tidak cukup hanya dengan sekali pertemuan, melainkan memerlukan tindak lanjut yang konsisten. Mahasiswa sebagai mitra strategis bisa menjadi penghubung antara masyarakat desa dengan dunia akademik, teknologi, dan jejaring yang lebih luas. Sementara itu, warga Pagelaran diharapkan menjadi motor penggerak utama, sehingga program tidak berhenti ketika mahasiswa selesai menjalankan pengabdiannya.

Dengan adanya festival, inovasi produk gerabah, dan promosi digital, Pagelaran dapat memperluas jangkauan wisatawan, memperkuat identitas budaya, serta menciptakan peluang ekonomi baru. Kegiatan seni dan budaya yang terselenggara bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi bentuk pendidikan kultural yang menanamkan rasa bangga pada generasi muda.

Masa depan Pagelaran kini berada di tangan masyarakatnya sendiri. Dengan komitmen, kerja keras, dan keterbukaan terhadap kolaborasi, desa ini bukan hanya akan dikenal karena potensi seni dan gerabahnya, tetapi juga karena kemampuannya menata diri menjadi destinasi eduwisata yang ramah, inklusif, dan berkelanjutan. Seperti pepatah Jawa mengatakan, "Urip iku urup" hidup itu menyala. Begitu pula Pagelaran, yang perlahan mulai menyalakan api harapan, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun