Setelah Perang Dunia I, liberalisme berkembang melalui gagasan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson, yang memperkenalkan Fourteen Points dan mendukung pembentukan League of Nations. Wilson percaya bahwa institusi internasional, hukum internasional, dan norma moral dapat mengurangi konflik dan meningkatkan kerja sama antarnegara.
Liberalisme menegaskan bahwa selain negara, terdapat aktor lain seperti organisasi internasional, perusahaan multinasional, dan masyarakat sipil yang turut memengaruhi hubungan global. Teori ini berasumsi bahwa kerja sama dapat terjalin melalui saling ketergantungan ekonomi, perdagangan bebas, dan lembaga internasional.
Secara umum, liberalisme percaya bahwa manusia rasional dan cenderung bekerja sama demi keuntungan bersama (absolute gains), bukan sekadar mengalahkan pihak lain.
Teori Neoliberalisme
Neoliberalisme muncul pada tahun 1980-an sebagai tanggapan terhadap neorealisme. Meskipun menerima asumsi dasar bahwa sistem internasional bersifat anarkis, kaum neoliberalis menolak pandangan pesimistis bahwa anarki selalu menyebabkan konflik. Tokoh sentral neoliberalisme adalah Robert Keohane dan Joseph Nye, terutama melalui karya mereka Power and Interdependence (1977) dan After Hegemony (1984).
Keohane dan Nye memperkenalkan konsep complex interdependence (ketergantungan kompleks), yang menggambarkan bahwa negara dan aktor non-negara saling terhubung melalui berbagai isu seperti ekonomi, lingkungan, dan teknologi. Dalam situasi ini, kekuasaan militer bukan satu-satunya instrumen penting. Lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), WTO, atau IMF dianggap mampu menciptakan aturan dan mekanisme yang mendorong kerja sama serta mengurangi ketidakpastian antarnegara.
Neoliberalisme menegaskan bahwa institusi internasional dapat berperan besar dalam membangun kepercayaan, menyediakan informasi, serta memastikan kepatuhan terhadap kesepakatan. Oleh karena itu, meskipun anarki tidak bisa dihapuskan, dampaknya dapat diminimalkan melalui kerja sama kelembagaan.
Persamaan dan Perbedaan Keempat Teori
Keempat teori ini memiliki kesamaan dan perbedaan yang mencolok. Realisme dan neorealisme sama-sama berpijak pada pandangan bahwa sistem internasional bersifat anarkis dan negara merupakan aktor utama. Namun, realisme menekankan sifat manusia yang egois, sementara neorealisme menyoroti struktur sistem internasional sebagai penyebab utama konflik.
Sebaliknya, liberalisme dan neoliberalisme melihat bahwa anarki tidak menghalangi kerja sama. Bedanya, liberalisme klasik menitikberatkan pada nilai moral dan institusi sebagai sumber perdamaian, sedangkan neoliberalisme lebih menekankan pada peran rasionalitas dan efektivitas lembaga internasional dalam menciptakan kerja sama.
Dari segi pandangan terhadap keuntungan, realisme dan neorealisme berfokus pada relative gains keuntungan yang diperoleh dibanding negara lain sedangkan liberalisme dan neoliberalisme lebih menekankan absolute gains, yaitu manfaat bersama yang dapat meningkatkan kesejahteraan global.