Bagi sebagian masyarakat Indonesia, menghisap rokok adalah bagian dari kebiasaan sehari-hari. Kemanapun kita pergi, pasti kita dapati orang-orang yang merokok.
Dalam keluarga besar saya pun, baik dari pihak ayah maupun ibu, mayoritas laki-laki adalah perokok. Beruntung, ayah saya bukan perokok. Dulunya pernah merokok, tapi ayah saya menghentikan kebiasaan merokok ketika saya sering batuk waktu masih bayi.
Suami saya pun bukan perokok walaupun hampir semua laki-laki yang ada dalam keluarganya merokok. Jadi, saya merasa aman jika di dalam rumah. Tetapi kalau sudah keluar rumah, tentu saja sulit untuk menghindari asap rokok.
Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (KSI), 70 juta orang Indonesia adalah perokok aktif. Artinya, 1 dari 4 penduduk Indonesia adalah perokok.
Yang saya amati dari keluarga maupun teman, biasanya mereka mulai merokok ketika usia remaja, di masa SMP atau SMA. Biasanya, mereka terbawa untuk merokok karena pergaulan. Selain itu, di rumah pun mereka melihat ayah atau kakek mereka merokok, sehingga mereka merasa wajar untuk punya kebiasaan tersebut.
Bayangkan jika para perokok mulai kecanduan merokok dari usia remaja, maka selama puluhan tahun ke depan tubuh mereka dimasuki oleh zat-zat berbahaya yang terkandung dalam rokok. Tentunya, ini akan menjadi bom waktu di masa yang akan datang.
Akhir bulan yang lalu, salah satu sepupu saya meninggal dunia. Penyebab kematiannya adalah jantung bocor dan infeksi paru-paru. Menurut istrinya, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui jika paru-paru sepupu saya itu mengeras dan kering sehingga sulit mengembang ketika dia bernafas. Hal itu bisa terjadi karena kebiasaan merokoknya.
Sebelumnya, sepupu saya tersebut pernah terserang stroke dua kali. Walaupun begitu, sebenarnya kondisinya masih cukup baik. Tidak ada bagian tubuh yang lumpuh. Masih bisa bekerja, bahkan masih bisa mengendarai motor.
Hanya saja, dia tidak menghentikan kebiasaan merokoknya. Sampai akhirnya, tubuhnya menyerah.
Setahun sebelumnya, sepupu saya yang lain pun meninggal karena kanker paru-paru. Itupun terjadi akibat dari kebiasaan merokoknya. Dia sempat menjalani kemoterapi, dan terlihat sembuh ketika kemoterapinya berakhir. Tetapi, tidak lama setelah itu, kankernya datang lagi dan merenggut nyawanya.
Mereka berdua meninggal di usia 50-an. Mereka belum sempat melihat anak-anak mereka menikah dan belum sempat menimang cucu. Bagaimanapun, umur manusia sudah ditentukan. Takdir hidup mereka memang sudah berakhir. Tetapi, keduanya punya kebiasaan yang sama yang menjadi penyebab kematian mereka, yaitu merokok.
Penyakit yang mereka derita sebelum meninggal pun tidak main-main. Penyakit yang bisa kita baca pada peringatan keras yang tertera pada bungkus rokok (zaman dulu).
Beberapa tahun sebelumnya, suami uwa saya meninggal karena sirosis hati. Menurut dokter, itu pun terjadi karena kebiasaan merokoknya. Sebenarnya, saat itu suami uwa saya telah berhenti merokok. Oleh karena itu, dia sempat berceloteh kenapa saat merokok tidak pernah sakit, tapi setelah berhenti merokok malah sakit.
Faktanya, sirosis hati tidak terjadi setahun dua tahun. Penyakit yang ditandai oleh mengerasnya organ hati tersebut berkembang selama puluhan tahun. Jadi, saat suami uwa saya berhenti merokok, penyakitnya memang sudah ada. Hanya saja baru terasa ketika dia sudah berhenti merokok
Tidak hanya laki-laki, perempuan pun punya resiko yang sama. Baru-baru ini, seorang kerabat menderita kanker payudara stadium 4 akibat dari akumulasi kebiasaan merokoknya selama bertahun-tahun.
Sebenarnya kerabat tersebut sudah merasakan benjolan di payudaranya dari sejak lama. Tetapi, dia abaikan. Ketika akhirnya memeriksakan ke dokter, ternyata kankernya sudah menyebar.
Tidak hanya berbahaya bagi perokok aktif, rokok juga berbahaya bagi perokok pasif. Seorang anak bayi dari kerabat lainnya meninggal karena infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh asap rokok ayahnya.
Biasanya para orang tua perokok suka denial tentang ini. Mereka bilang, anak-anak mereka sehat-sehat saja walaupun mereka merokok setiap hari di rumah. Tetapi, kekebalan setiap anak berbeda.
Mereka adalah contoh bahwa bahaya rokok itu nyata. Bahaya rokok bukan hanya sekedar tulisan untuk menakut-nakuti pembeli atau peringatan dari dokter. Bayangkan tubuh para perokok tersebut digempur zat berbahaya selama puluhan tahun. Pada akhirnya, tubuh juga menyerah.
Kanker, penyakit jantung, stroke, dan penyakit infeksi saluran pernapasan adalah sebagian dari konsekuensi yang harus ditanggung oleh para perokok. Penderitaan itu tidak hanya dirasakan oleh perokok, tetapi juga menyebar ke orang-orang terdekat mereka, yang turut menghirup racun mematikan dari rokok.
Kejadian-kejadian yang saya tulis semoga menjadi pengingat bahwa setiap isapan rokok adalah taruhan nyawa yang perlahan-lahan merusak tubuh. Mungkin sekarang belum terasa dampaknya dan menganggap semua akan baik-baik saja. Tapi, pikirkanlah lagi baik-baik tentang bahaya rokok agar jangan sampai menyesal di masa depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI