Mohon tunggu...
rahib tampati
rahib tampati Mohon Tunggu... -

Rahib yang hidup di biara Tuhan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kebebasan Berekspresi atau Kebebasan Menghina?

26 September 2012   03:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:40 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebebasan bagi orang – orang barat tentu saja tidak sama dengan orang – orang di luar mereka. Barat sangat menuhankan kata kebebasan itu sendiri, tidak merdeka seseorang jika kebebasan tidak mereka miliki. Tentu saja kebebasan di sini di artikan kebebasan berbicara dan berekspresi dan juga pilihan – pilihan lainnya.

Dalam konteks berekspresi dalam menyatakan pendapat, bangsa barat mewarisi kebebasan tanpa batas, jadi tidak heran sosok seperti apa pun mengalami banyak penghinaan di sana, tapi anehnya di dunia barat sangat tabu bahkan bisa di penjara jika seseorang menyangkal tragedi holocoust, sesuatu hal yang aneh, holocoust diletakkan sebagai hal terlarang dari segala hal yang bernama kebebasan berekspresi dan pendapat. Akhirnya nya holocaust menjadi mitos dari pada kebenaran itu sendiri.

Kembali kepada kebebasan berekspresi, tidak heran dalam perjalanannya, kata kebebasan di dunia barat mengalami sebuah evolusi, istilah (kebebasan berekspersi) itu sendiri mengalami fase radikalisme yang akut bahkan masuk kedalam stadium berbahaya dan mematikan. Bangsa barat yang dilahirkan dan dibesarkan dalam rahim seorang “ibu” individualisme, permisifisme dan materalisme sangat memuja berhala yang bernama kebebasan berekspresi tidak lain demi tujuan – tujuan materalisme dari pada idealisme kebebasan itu sendiri.

Tidak heran jika kebebasan berekspresi kemudian di”bajak” oleh sang pembuat film penghina nabi atau kartun nabi Muhammad dengan alasan yang di benarkan oleh masyarakat di sana (barat). Apalagi kebebasan berekspresi dilindungi oleh konstitusi di negara yang bersangkutan, walau pun kebebasan itu sendiri telah masuk kedalam kategori penodaan dan penghinaan. UU mereka menjamin akan adanya kebebasan yang menghina tersebut.

Secara psikologis para pembuat film dan kartun nabi Muhammad tidak menyadari bahwa mereka telah menghina sosok yang begitu diagungkan dan dicintai oleh kaumnya. Mereka (barat) yang selalu berbicara ketinggian peradaban dan kemajuan bangsa ternyata masih harus belajar memahami dan mengerti bagian – bagian sensitif jika mereka masih menempuh jalan berekspresi yang di bungkus penghinaan.

Mereka (barat) sudah mulai belajar sejarah dengan jujur dan mengukur sejauh mana kebenaran yang mereka ketahui dapat dipercaya dengan cara membuat film dan kartun – kartun yang sebenarnya sangat tidak pantas bahkan menyimpang dari sejarah itu sendiri. Cara – cara pengelabuan dengan bertujuan menyesatkan dan penipuan yang mereka (pelaku) lakukan dengan membuat film atau kartun tersebut malah menjatuhkan intelektual, moral dan norma – norma yang selalu mereka agungkan selama ini.

Bangsa barat yang mengagungkan kebebasan dalam konteks ini sebenarnya menuhankan penghinaan dengan cara membajak dan merusak makna dari kata kebebasan berekspresi tersebut. Pengelabuan dan penipuan istilah yang mereka legalkan mencerminkan sikap antagonis tercela dan sangat memalukan bagi mereka yang selama ini mengagungkan nilai kebudayaan mereka yang begitu tinggi, sesungguhnya adalah sebuah nilai – nilai kebudayaan dan peradaban yang rendah.

Bangsa barat seharusnya belajar dari negeri – negeri tetangganya, apakah mereka berlindung di balik kebebasan berekpresi untuk tujuan bebas menghina seseorang? Menghina Tuhan seseorang? Menghina kaum seseorang?Menghina nabi? Dengan cara yang sangat rendah, menjijikan dan memalukan. Kebebasan berekspresi dengan tujuan menghina sebenarnya adalah gambaran hati mereka yang penuh dengan kebencian dan kedengkian. Perilaku masyarakat yang mengalami sakit jiwa secara sosial, psikologis dan teologis.

-----------------------------------------

Rahib Tampati

Artikel Terkait :

“Politik” Toleransi dan Bersikap Adil

Kerukunan Beragama Di Indonesia Bukan Sekedar Mitos

Apakah Keterbukaan Mampu Mendorong Toleransi? Atau Malah Melahirkan Ancaman!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun