Pendidikan maritim bukan sekadar teori sejarah kejayaan Majapahit atau Sriwijaya. Ia harus membumi: dari navigasi dasar, konservasi laut, hingga teknologi budi daya perikanan. Di sekolah pesisir, anak-anak harus diajari bahwa laut bukan hanya tempat mencari ikan, tapi juga ruang ekonomi, laboratorium inovasi, dan masa depan mereka.
Bila kesadaran ini tertanam sejak kecil, kita tidak lagi akan kekurangan talenta maritim. Laut tidak akan jadi misteri, tapi peluang.
Blue Economy: Inovasi di Laut Biru
Ekonomi Biru atau Blue Economy adalah medan laga baru bagi generasi muda Indonesia. Teknologi, data, dan kreativitas bertemu dengan laut sebagai sumberdaya. Beberapa startup mulai merintis jalan: dari IoT untuk budi daya ikan, aplikasi pemetaan sumber daya laut, hingga marketplace hasil laut.
Namun, ini baru permulaan. Anak muda butuh ruang untuk berinovasi. Negara perlu menciptakan ekosistem yang ramah inovasi: inkubator bisnis maritim, akses permodalan, dan regulasi yang mendukung keberlanjutan.
Bila generasi muda memimpin di sektor maritim, maka wajah Indonesia akan berubah. Dari negara yang hanya mengandalkan laut, menjadi bangsa yang hidup oleh laut---secara ekonomi dan budaya.
Maritime Governance: Antara Regulasi dan Realitas
Semua ini mustahil tanpa tata kelola maritim yang baik. Banyak proyek kelautan gagal bukan karena kurang dana, tetapi karena lemahnya regulasi, konflik antarinstansi, dan abainya keberlanjutan lingkungan.
Prinsip good governance harus ditegakkan: zonasi pesisir harus jelas, reklamasi harus transparan, masyarakat nelayan harus terlibat, dan dampak ekologis harus dihitung. Pembangunan Waterfront City tidak boleh menyingkirkan komunitas pesisir demi investasi jangka pendek.
Transparansi adalah kata kunci. Kebijakan tidak boleh datang dari atas tanpa mendengar suara dari garis pantai.
Arah ke Depan: Dari Konsep ke Aksi