Mohon tunggu...
Rahadi Wangsapermana
Rahadi Wangsapermana Mohon Tunggu... Pemerhati Perang Asimetris

Kemajuan bangsa sangat bergantung pada kepemimpinan yang memahami kearifan lokal, mengoptimalkan kekuatan agraris dan maritim, serta menjaga kebhinnekaan dari ancaman perang asimetris, baik secara internal maupun eksternal.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Waterfront City dan Janji Maritim yang Belum Tuntas

25 Juli 2025   14:40 Diperbarui: 25 Juli 2025   14:40 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bayangkan sebuah negeri yang wajahnya menghadap laut. Bukan sekadar membentangkan pantai berpasir putih untuk brosur pariwisata, melainkan membangun peradaban dari garis pantai itu sendiri.

Indonesia pernah memandang laut sebagai halaman belakang. Selama bertahun-tahun, pembangunan memusat di darat, memunggungi lautan, seakan laut adalah ruang kosong yang tak lebih dari batas geografi. Padahal, lautan adalah denyut nadi sejarah negeri ini.

Kini, konsep Waterfront City mengemuka sebagai jalan tengah antara pembangunan dan potensi maritim yang terlalu lama dibiarkan. Kota-kota pesisir didorong bukan hanya berdamai dengan air, tetapi hidup bersamanya---menjadikan laut sebagai pusat ekonomi, budaya, bahkan identitas.

Namun, sejauh mana janji itu ditunaikan?

Kota di Tepi Air, Mimpi di Tepi Realitas

Waterfront City bukanlah barang baru. Singapura dengan Marina Bay-nya, Belanda dengan Rotterdam, atau Jepang dengan Yokohama, adalah contoh bagaimana garis pantai bisa menjelma pusat urban yang dinamis. Di Indonesia, cikal bakal konsep ini muncul di beberapa kota---Jakarta dengan Pantai Indah Kapuk, Makassar dengan Losari, dan Surabaya yang mulai menata wilayah pesisir.

Tapi, masalah klasik menghadang: tata kelola yang belum matang, konflik kepentingan dalam reklamasi, hingga ketimpangan antara pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Infrastruktur ada, tetapi siapa yang menikmatinya?

Membangun Waterfront City bukan semata membangun gedung-gedung mewah di bibir pantai, melainkan merancang ulang hubungan manusia dan laut. Tanpa paradigma baru, kota pesisir hanya akan menjadi panggung beton yang kering makna.

Mindset Maritim: Mulai dari Bangku Sekolah

Ada yang absen dalam pembangunan maritim kita: kesadaran sejak dini. Kurikulum pendidikan nasional masih darat-sentris. Anak-anak tumbuh jauh dari laut---bahkan di wilayah pesisir sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun