Saya masih ingat betul aroma tanah politik di medio tahun 2008-2009, ketika kami mulai membangun Partai Gerindra dari nol.
Tak ada yang mewah, tak ada karpet merah, tak ada rapat di hotel-hotel megah, hanya tekad dan mimpi besar tentang Indonesia yang lebih berdaulat.
Di antara semua nama besar, ada satu sosok yang sejak awal sudah menonjol bukan karena pidatonya, tapi karena kedisiplinan dan gaya kerjanya yang khas--Sufmi Dasco Ahmad. Kami memanggilnya: Komandan.
Tulisan ini tidak memiliki maksud apa pun selain untuk menambah khasanah dan pemahaman kita tentang sosok pejuang politik yang memberikan kontribusi penting dalam perjalanan bangsa, atau setidaknya suatu entitas sosial bernama partai politik.Â
Semoga dengan tulisan sederhana ini, kita dapat mengambil pelajaran kebaikan darinya.
Masa-Masa Awal Gerindra
Membangun partai politik bukan pekerjaan ringan. Di tahun-tahun awal, kami bekerja dengan sumber daya yang terbatas, kadang kami menggunakan kereta api untuk mendatangi cabang-cabang partai di luar kota, dan rapat di rumah-rumah pribadi.
Namun, di tengah segala keterbatasan itu, semangat kami tak pernah padam. Kami percaya pada gagasan besar Prabowo Subianto: tentang kemandirian bangsa, tentang keadilan sosial, dan tentang keberanian melawan praktik ekonomi ugal-ugalan, Neoiberalisme.
Di situlah peran Dasco mulai terasa. Ia bukan tipe politisi yang banyak bicara di depan kamera. Ia adalah operator lapangan yang tahu betul bagaimana menggerakkan mesin partai.
Di hari-hari awal Gerindra, Dasco bisa berpindah dari satu kota ke kota lain dengan energi seperti tak pernah habis. Kadang saya berpikir, ia mungkin punya baterai cadangan yang tertanam di dalam tubuhnya.