Dalam konteks itu, peringatan 75 tahun hubungan RI-Vatikan di Basilika Santo Petrus bukan hanya perayaan diplomatik, melainkan juga sebuah pernyataan simbolis:
Bahwa keberagaman tidak menghalangi persahabatan, dan bahwa identitas Indonesia sebagai bangsa yang majemuk justru memperkuat posisinya dalam percaturan global.
Relevansi Politik Internasional
Di tengah krisis global--dari perang, perubahan iklim, hingga disrupsi teknologi--hubungan Indonesia dan Vatikan dapat dibaca sebagai sumber inspirasi moral dan politik internasional. Ia menegaskan pentingnya soft power berbasis nilai, bukan semata kekuatan ekonomi atau militer.
Sebagaimana Vatikan menjadi rujukan moral bagi komunitas internasional, Indonesia melalui Pancasila berpotensi menawarkan model tata kelola kebangsaan yang humanis, inklusif, dan berkeadilan.
Paus Yohanes Paulus II, saat berkunjung ke Jakarta pada 1989, pernah menegaskan: "Indonesia adalah bangsa yang besar dengan warisan budaya yang kaya. Hidup damai dalam keberagaman adalah sumbangan berharga bagi dunia."
Kutipan itu menemukan relevansinya kini, ketika dunia justru menghadapi ancaman fragmentasi sosial, polarisasi politik, dan ekstremisme.
Indonesia dan Vatikan, meski berbeda ukuran dan basis kekuatan, sama-sama mempraktikkan diplomasi berbasis nilai yang semakin relevan.
Pancasila di Basilika Santo Petrus
Peringatan Misa Syukur di Basilika Santo Petrus pada 30 September 2025 mengingatkan kita bahwa diplomasi tidak hanya berbicara tentang kepentingan material, melainkan juga tentang nilai, solidaritas, dan perjumpaan lintas iman.
Persahabatan Indonesia-Vatikan yang telah berlangsung selama 75 tahun adalah bukti bahwa politik internasional dapat dirawat dengan semangat kemanusiaan.