Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Praktis untuk Persoalan Makan Bergizi Gratis

29 September 2025   07:00 Diperbarui: 28 September 2025   22:15 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari pertama MBG di SDN 15 Slipi, Jakarta, Senin (6/1/2025). (Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga via Kompas.com)

Satgas ini bertugas menyusun rencana operasional penanganan pandemi, mengkoordinasikan kegiatan di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan, memantau pelaksanaan kebijakan, serta melaporkan secara rutin kepada Satgas tingkat provinsi.

Di tingkat bawah, dibentuk pula Satgas di kecamatan, desa/kelurahan, dengan struktur lebih sederhana dan fokus pada pelaksanaan serta pengawasan langsung di lapangan.

Struktur ini diatur agar respons di kabupaten dan wilayah administratifnya berjalan terkoordinasi dengan baik serta mampu menyesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan setempat.

Oke, apakah Anda sudah mendapatkan gambaran tentang desain organisasional-nya? Sekarang, Anda bayangkan desain tersebut diterapkan ke dalam konteks program MBG dengan Desa/Kelurahan sebagai ujung tombak implementasi utama. Sudah terbayangkan bukan?

Permasalahan utama bukan sekadar teknis makanan

Data CISDI dan laporan lain menunjukkan pola sebaran yang luas dan berulang. Ini menandakan masalah struktural:

(1) lemahnya koordinasi vertikal dan horisontal antara pemerintah pusat (BGN), dinas pendidikan/kesehatan daerah, sekolah, dan penyedia makanan; (2) tidak adanya kepemilikan lokal terhadap standar operasional;

(3) insentif yang tidak selaras, pihak yang menyiapkan makanan tidak selalu bertanggung jawab terhadap mutu karena pengawasan longgar (masalah principal-agent); dan (4) ketiadaan sistem manajemen risiko dan audit makanan yang rutin (quality assurance).

Secara organisasional, pola ini konsisten dengan kegagalan mekanisme pengawasan pada program terdesentralisasi yang masih bergantung pada instruksi pusat tanpa kapasitas lokal yang memadai.

Bandingkan dengan praktik internasional yang relatif sukses

Negara-negara yang sukses implementasi program pangan sekolah menunjukkan beberapa karakter umum: standar keamanan pangan yang jelas (HACCP/adaptasi lokal), pelibatan partisipasi komunitas, rantai pasok lokal yang terverifikasi, dan sistem monitoring terintegrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun