Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Api yang Membakar Harapan: Potret Puluhan Ribu Pendaftar Damkar

15 Agustus 2025   10:36 Diperbarui: 15 Agustus 2025   10:36 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas damkar memadamkan api yang membakar gudang "wallpaper" di Muara Baru, Jakut, Jumat (15/11/2024). (Foto: KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN)

Misalnya, di Bekasi, bursa kerja yang seharusnya menjadi oasis harapan justru berujung ricuh karena kesemrawutan pengelolaan dan tingginya antusiasme pencari kerja.

Dorong-mendorong dan ketegangan hingga jatuh pingsan menjadi saksi bisu dari kerinduan mendalam rakyat akan pekerjaan yang layak.

Kerusuhan tersebut menyentak kita untuk sadar bahwa masalah pengangguran adalah luka sosial yang memerlukan penanganan serius dan menyentuh hidup manusia.

Demi sebuah pekerjaan, meski penuh risiko sebagai petugas pemadam kebakaran, puluhan ribu manusia berebut kuota yang sangat terbatas.

Kerja para petugas pemadam kebakaran bukanlah sekadar profesi, melainkan panggilan hidup. Mereka adalah orang-orang yang berlari ke arah api ketika yang lain menjauh.

Di tengah malam, sirene meraung memecah sunyi, membangunkan istri dan anak yang menatap pintu dengan doa.

Mereka tahu, setiap langkah menuju titik api adalah pertaruhan antara pulang atau menjadi berita duka esok pagi.

Mereka bukan hanya pekerja biasa; mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang rela mengorbankan nyawa di saat kobaran api mengancam keselamatan sesama.

Namun, di balik keharuman semangat itu, ada kisah getir tentang sulitnya mendapat pekerjaan yang layak, yang kini menjadi rebutan ribuan anak bangsa.

Fenomena ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan bukan sekadar alat mencari nafkah; ia adalah penopang martabat dan harapan hidup.

Saat lebih dari dua puluh empat ribu orang berjuang untuk seribu kursi anggota damkar, kita harus bertanya: Apakah kita cukup peduli dan serius menciptakan ekonomi yang inklusif, yang menyerap tenaga kerja dengan adil dan bermartabat?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun