Melalui lensa teori pendidikan kritis Freire, disparitas pendidikan di wilayah 3T bukan sekadar masalah teknis, melainkan bentuk penindasan struktural.
Sistem pendidikan nasional--dengan anggaran Rp33,5 triliun untuk tahun 2025 (Kemendikdasmen, 2025)--terjebak dalam paradigma banking yang memproduksi ketergantungan, bukan kemandirian.
Ke Mana Arah Pendidikan Kita?
Berikut adalah sedikit saran:
- Desentralisasi Kurikulum: Mengadaptasi materi pembelajaran ke konteks lokal (e.g., integrasi kearifan tradisional dalam mata pelajaran).
- Pendidikan Berbasis Komunitas: Membentuk learning circles melibatkan orang tua dan tokoh adat untuk mengatasi masalah seperti putus sekolah akibat kemiskinan.
- Pelatihan Guru Progresif: Mengalihkan fokus dari sertifikasi formal ke penguatan kapasitas guru dalam metodologi partisipatif.
- Pemerataan akses dan kualitas harus menjadi prioritas, bukan hanya di Jawa tapi juga di daerah 3T.
- Pedagogi kritis Freire perlu diadopsi dalam kurikulum, agar pendidikan tidak hanya mengejar nilai tapi juga membentuk manusia yang sadar akan ketidakadilan.
Penutup: Pendidikan yang Membebaskan atau Menyiksa?
Kita harus bertanya ulang, seperti Freire: Apakah pendidikan kita hari ini membebaskan atau justru menyiksa? Apakah siswa kita dididik untuk menjadi manusia utuh atau sekadar mesin nilai?
Pada Hari Pendidikan Nasional ini, alih-alih hanya merayakan, mari kita berani mengkritik dan membayangkan ulang sistem pendidikan yang sungguh-sungguh membebaskan: pendidikan yang tidak memaksa anak Papua menjadi orang Jakarta, tapi mendukung mereka menjadi diri sendiri--dengan harga diri, identitas, dan pengetahuan yang membumi.
Pendidikan Indonesia perlu berani keluar dari paradigma "menara gading" yang mengisolasi sekolah dari realitas masyarakat.
Seperti dikatakan Freire, "Pendidikan tidak mengubah dunia. Pendidikan mengubah orang, dan orang-lah yang mengubah dunia."
Tantangan terbesar kini adalah menjadikan sekolah sebagai ruang pembebasan--bukan penjara kurikulum.
Referensi:
- Bourdieu, P., Passeron, J. C., & Nice, R. (1977). Education, society and culture. Trans. Richard Nice. London: SAGE Publications, 1(1), 15-29.
- Freire, P. (2020). Pedagogy of the oppressed. In Toward a sociology of education (pp. 374-386). Routledge.
- Kompas.com. (2024). Pj. Gubernur: Ada 130.000 Anak Tidak Sekolah di NTT. [https://www.kompas.com/edu/read/2024/12/07/113548471/pj-gubernur-ada-130000-anak-tidak-sekolah-di-ntt].
- Kompas.id. (2024). Banyak Anak Papua Belum Bisa Membaca, Bahkan Gurunya Tak Lancar Membaca. [https://www.kompas.id/baca/humaniora/2024/05/17/ajakan-berlari-dan-gowes-untuk-majukan-pendidikan-yang-masih-tertinggal].
- Kompas.id. (2023). Pendidikan untuk Papua Sejahtera. [https://www.kompas.id/baca/opini/2023/05/11/pendidikan-untuk-papua-sejahtera].
- Ombudsman RI. (2024). Tantangan Pendidikan di NTT dalam Upaya Meningkatkan Akses dan Mutu. [https://ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwk--tantangan-pendidikan-di-ntt-dalam-upaya-meningkatkan-akses-dan-mutu-]
- PAUDPEDIA. (2025). Prioritas Kemendikdasmen Tahun 2025: Pemerataan Akses Layanan Pendidikan Melalui Wajib Belajar 13 Tahun. [https://paudpedia.kemendikdasmen.go.id/berita/prioritas-kemendikdasmen-tahun-2025-pemerataan-akses-layanan-pendidikan-melalui-wajib-belajar-13-tahun].
- Saefudin, A., & Subaidi, S. (2014). Guru Progresif (Telaah Pemikiran Paulo Freire Tentang Pendidikan yang Membebaskan). Intelegensia: Jurnal Pendidikan Islam, 2(2), 61-68.