Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Peneliti Senior Swarna Dwipa Institute (SDI)

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelawak Istana, Dulu dan Sekarang

5 Februari 2025   09:46 Diperbarui: 5 Februari 2025   09:50 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abu Nuwas digambar oleh Kahlil Gibran pada 1916. (Sumber: Wikipedia.org) 

Di era khalifah Harun al-Rasyid, khalifah kelima dari kekhalifahan Abbasiyah yang memerintah antara tahun 786 hingga 803, masyhur seorang pelawak istana bernama Abu Ali Al-Hasan ibn Hani Al-Hakami. 

Sejatinya dia juga seorang pujangga besar dalam budaya Arab. Kita lebih mengenalnya dengan nama Abu Nawas. Court jester paling brilian sepanjang sejarah peradaban manusia.

Lahir di Kota Ahvaz, Persia, pada abad ke-8 Masehi. Konon, Abu Nawas adalah seorang wali Allah. Penyair Sufi yang jenaka.

Abu Nuwas digambar oleh Kahlil Gibran pada 1916. (Sumber: Wikipedia.org) 
Abu Nuwas digambar oleh Kahlil Gibran pada 1916. (Sumber: Wikipedia.org) 

Jika Abu Nawas awal dikenal sebagai peminum khamer, suka berfoya-foya, dan baru mendalami agama pada masa tua. Berbeda dengan Nasruddin Khodja yang dijuluki Sang Sufi Humoris. 

Di balik kepiawaiannya menulis kisah-kisah humor, Khodja adalah seorang ulama, guru agama, sekaligus hakim yang sederhana dan hidup dalam kemiskinan. 

Beberapa sumber sejarah menyebut, dia hidup pada abad ke-13 di Anatolia, Turki. Khodja dikenal dengan leluconnya yang cerdas, penuh makna filosofis dan memaksa penonton untuk berpikir. 

Leluconnya tak jarang mengandung satire yang ditujukan kepada pemerintah saat itu. Saking populernya, bahkan UNESCO mengapresiasi karya-karya Khodja dengan menjadikan tahun 1996 sebagai Nasreddin Hoca Year.

***

Sebuah disertasi doktoral ditulis oleh Titi Surti Nastiti dengan teknik etnoarkeologi berjudul "Kedudukan dan Peranan Perempuan Dalam Masyarakat Jawa Kuna (Abad VIII -- XV Masehi)" menyebut pelawak dalam masyarakat Jawa Kuna dengan nama abanol/mabanol dan pirus/mamirus.

Apabila abanol/mabanol unsur lawakannya diekspresikan dalam gerakan-gerakan, sedangkan unsur lawakan pada pirus/mamirus diekspresikan melalui pemakaian kata-kata lucu oleh para pemainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun