Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

"Pupuk Kesuburan" Nasionalisme Itu Bernama TV Digital

19 Agustus 2021   18:46 Diperbarui: 20 Agustus 2021   06:46 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi TV Digital. (Sumber gambar https://kominfo.go.id/)

Dari latar belakang sisi sosial budaya sudah berbeda. Mungkin hal terkecil dilihat dari sajian lagu-lagu berbahasa Indonesia dengan muatan "rasa kebangsaan" Indonesia yang tak ditemui di siaran media asing. Atau seberapa jauh mereka mengenal geografi Indonesia? Dimana Pulau Bali? Dimana Pulau Papua? Mengenal suku-suku lain di nusantara? Atau bisakah menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia? Mengingat belum tentu anak-anak mereka mengenyam pendidikan sekolah. 

Hal yang lebih penting lagi, bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa  pengantar dalam siaran, bisa semakin mengenalkan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan disamping bahasa ibu yang mereka gunakan sehari-hari. Soalnya tak jarang warga di perbatasan dengan pendidikan rendah, yang kemampuan bahasa Indonesianya masih memprihatinkan. Mereka lebih mengenal bahasa ibu yang digunakan dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga, dan komunitas lingkungan kecilnya. 

Ilustrasi. (Sumber gambar https://siarandigital.kominfo.go.id/)
Ilustrasi. (Sumber gambar https://siarandigital.kominfo.go.id/)
Potret Nasionalisme Warga Perbatasan 

Mengukur kadar nasionalisme warga perbatasan tentu tak bisa kasat mata. Pandangan berbeda-beda sah-sah saja. Ada yang beranggapan rasa nasionalisme pada warga perbatasan itu rapuh, tipis. Atau pandangan sebaliknya. Tak bisa disalahkan dan sekaligus belum tentu benar. Banyak faktor pemicu, yang bisa memperlemah ataupun memperkuat rasa nasionalisme warga perbatasan, khususnya.

Kalau menyitir pandangan M. Ishaq, dalam Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 6, Oktober 2011, berjudul "Pembinaan Nasionalisme Pemuda Perbatasan melalui Program Pendidikan Luar Sekolah," melihat bahwa buruknya kondisi sosial-ekonomi di perbatasan mengakibatkan rasa nasionalisme masyarakat bisa menurun. 

"Kondisi sosial-ekonomi di perbatasan yang terpuruk mengakibatkan masyarakat setempat tergantung kepada negara tetangga. Pada gilirannya, ketergantungan kepada negara tetangga itu mengakibatkan rasa nasionalisme masyarakat tersebut mengalami penurunan." (M. Ishaq)

Kondisi berbeda, bolehlah menengok kondisi masyarakat di perbatasan yang populer diklaim sebagai daerah, "1 persen miniatur surga di bumi Tuhan di Kalimantan," yakni Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara. Kenyataan yang diungkap Syafuan Rozi dari Peneliti Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.  

Mengutip tulisan jurnal 2014 yang ditulis Syafuan Rozi berjudul, " Potret Rasa Kebangsaan di WIlayah Perbatasan Indonesia-Malaysia: Kasus Desa Long Nawang Malinau dan Krayan Nunukan, Kalimantan Utara."  Syafuan Rozi mencatat pernyataan Kepala Desa Long Betaoh Lah Bilong, yang  menyatakan bahwa rasa kebangsaan masyarakat perbatasan di wilayah Desa Betaoh masih tetap dapat diandalkan. 

Hematku, apapun kondisinya, menguat atau melemahnya rasa nasionalisme warga perbatasan, tentu saja harus dilakukan dengan upaya merawat, memelihara dengan beragam cara. Jika kondisi ekonomi menjadi pemicu, tentu perbaikan ekonomi menjadi solusi. 

Demikian pula jika sosial, budaya, jika menjadi penyebab, maka solusi edukatif harus dikedepankan. Bukan saja melalui jalur pendidikan, namun juga akses informasi melalui media. Dengan mudahnya menjangkau sarana media, maka menimbulkan "rasa kedekatan" antara warga dengan negara, yang secara otomatis bisa memupuk rasa nasionalisme  warga perbatasan khususnya. 

Siaran TV Digital dan Sarana Edukasi  

Media televisi bukan sarana yang asing bagi masyarakat tanah air. Kalau melihat di pelosok-pelosok desa, televisi sudah bukan barang mewah lagi, tapi sudah menjadi kebutuhan primer. Ini menempatkan siaran televisi menjadi sarana yang efektif untuk edukasi kepada warga negara melalui siaran, sesuai fungsinya. Siaran mencakup materi soal kebangsaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun