Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Bawah Bendera Rezeki

18 Agustus 2017   20:44 Diperbarui: 18 Agustus 2017   22:20 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Usman dan bendera-bendera jualannya. Foto 17 Agustus 2017. (Foto GANENDRA)

"Lima ribu rupiah Bang,"kata pria tua itu sambil melipat-lipat bendera ukuran 120 cm x 90 cm, dagangannya.

Aku merogoh saku celana. Pas, ada selembar uang lima ribuan. Langsung kusodorkan padanya. Selembar bendera kecil berbentuk segitiga kugenggam.

***

Bulan Agustus identik dengan merah putih, geliat semangat heroik yang muncul kembali -- meski mungkin sesaat. Di saat suka cita hari kemerdekaan dirayakan dengan aneka cara, dari upacara sampai dengan lomba pitulasan yang unik-unik, pria asal Cirebon ini tetap mengais rezeki. Tentu ada banyak orang yang sama sepertinya.

Adalah Pak Usman, sosok lelaki penjual bendera merah putih itu. Dia menjajakan/ menggelar dagangannya di trotoar jalan Raya Serpong, Tangerang. Sejumlah bendera merah putih berbagai ukuran nampang berjejer di area trotoar sekira 15 meter. Pak Usman sudah standby di lapaknya sejak pukul 07.00 wib hingga maghrib menjelang.

Dialah salah satu pedagang yang masih bertahan meski perayaan 17 Agustus 2017 lewat. Meski 30 an penjual seperti dirinya di lingkungan sekitar sudah pulang duluan. Pak Usman masih bertahan hingga seminggu setelahnya.

Rezeki. Itu salah satu alasan dia datang jauh dari Cirebon, kota asalnya. Setiap Agustus datang, selama sebulan dia menaruh harap dari bendera-bendera yang diambil dari seorang boss di Cirebon. Itu dilakukannya sudah 15 tahunan!

Setiap ingatan warga tentang Tujuh Belasan adalah rezekinya. Artinya dagangannya akan laku. Bendera yang terpasang di kantor-kantor, rumah, bahkan kendaraan adalah salah satu jerih payah dan mungkin semangat mengenang masa silamnya. Bagaimana pun usianya menunjukkan dulu pernah mencicipi masa-masa kemerdekaan.

Pak Usman dan bendera-bendera jualannya. Foto 17 Agustus 2017. (Foto GANENDRA)
Pak Usman dan bendera-bendera jualannya. Foto 17 Agustus 2017. (Foto GANENDRA)
Mengutip untung dari selembar demi selembar kain merah putihnya dengan telaten. Rupiah demi rupiah. Dari harga paling rendah Rp. 5000, sampai Rp. 300 an ribu, menjadi rezeki yang disyukurinya. Itu lebih dari cukup. Lebih baik dari kesehariannya berjualan baju di pasar kotanya.

Tanpa sadar, dagangan Pak Usman menjadi sumbangsih bagi warga yang membutuhkannya. Mudah memperoleh bendera dan aksesorisnya, lalu mudah juga terpasang di rumah-rumah mereka.

Merah dan putih dari kain yang dijualnya menjadi salah satu penghidupan di bulan 'istimewa' bagi ke empat anaknya yang mengenyam biaya dari bendera-bendera rezeki itu. Hingga mereka besar dan mampu menjemput rezekinya sendiri.

Bendera-bendera jualan Pak Usman. Foto 17 Agustus 2017. (Foto GANENDRA)
Bendera-bendera jualan Pak Usman. Foto 17 Agustus 2017. (Foto GANENDRA)
Sampai kapan bendera-bendera itu menghidupi Pak Usman?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun