Saat dalam kondisi pengobatan yang masih terhitung lama, beruntung Yuli memiliki sahabat yang sepenanggungan. 10 orang rekanya yang selalu kompak, datang pada jam yang sama. Timbul rasa kepedulian dengan 10 temannya. Hingga suatu ketika inspirasi untuk membantu orang-orang penderita TB itu tercetus dalam kelompok paguyuban yang dinamai PETA, singkatan dari Pejuang Tangguh. Bersama kawan-kawannya, seperti pendiri PETA, Zainy Edi (alm) dari Lampung, Yuli membantu pasien TB, meski dirinya belum sembuh dari penyakit itu.
“Dapet Musibah dapet Berkah,” tutur wanita berjilbab kelahiran Bogor 10 Juli 1987 ini.
Namun bukan hal yang mudah, saat menjalani pengobatan. Seperti pada bulan ketiga, Yuli mengalami halusniasi, muntah setiap hari, puasa gak kuat, yang membuatnya ingin pulang ke Bogor. Temannyalah yang selalu member semangat. Hingga membuatnya yakin tak boleh menyerah dengan keadaan.
Bulan ke 9, pada 2012. Yuli dinyatakan konversi, lepas dari pengobatan suntik. Hingga sampai di 20 bulan hampir selesai, semangat lagi untuk sembuh yang membuahkan hasil. Yuli dinyatakan sembuh pada bulan ke 21, yakni pada 3 Februari 2013 dari pengobatan awal sejak 3 Mei 2011. Kebahagiaan yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata. Bisa dibayangkan selama 2 tahunan minum obat dalam masa pengobatan.
“Ketika dinyatakan sembuh, perjuangan saya seperti dikasih tiket umroh, haji,” katanya yang mengaku wajahnya pernah hancur, berjerawat, kulit melepuh, hitam, dan badan kurus.
Berkah dari kesembuhannya itu, Yuli bertekad untuk membantu pasien TB melalui PETA bersama rekan-rekannya yang saat ini ada 30 orang. Juga bertemu mentor Erman Varella Sabir dulunya bertugas sebagai Social Worker KNCV dan bertugas di RS Persahabatn mulai menggerakkan pendidik sebaya (Peer Edukater/ PE). PE berbasis mantan pasien TB yang dilatih, tujuannya memberdayakan teman-teman, mendampingi pasien yang sedang menjalani pengobatan.
“Inilah hidup. Saya tak tau ketika saya sakit mengapa Tuhan beri cobaan seperti ini,ternyata Allah punya rencana, mungkin dengan ini jalan sayabisa membantu orang-orang,” kata Yuli yang suka baca buku Khalil Gibran dan ingin traveling ke Jepang ini.
Bagi Yuli, hidup adalah untuk bermanfaat buat orang lain. Sebaik-baik manusia, yang bisa berbuat untuk manusia yang lain. Melakukan dengan sepenuh hati, hingga mendapatkan hasil yang terbaik untuk kita.
Oleh karena itulah Yuli, saat ini Yuli mengabdikan diri di PETA sebagai Koordinator lapangan. Ia bertanggungjawab mengkoordinir, mengatur jadwal teman-temannya setiap harinya. Bersama rekan-rekannya menunaikan tugas melalui program-program yang dibentuk seperti, Hospital visit di RS persahabatan, Home visit yakni mengunjungi pasien yang mangkir, mengunjungi pasien yang sudah terdiagnosa MDR tapi belum berobat dan lain-lain. Sebuah aksi mensupport Kementerian Kesehatan Sub TB, KNCV, dan bermitra dengan NU, maupun PR TB Aisyiah.
“Teman-teman juga menjadi supporter, pendamping di berbagai puskesmas di Jakarta,” tutur wanita yang mengagumi Mama Theresia, sosok yang menginspirasi kesosialan dirinya.