Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bangku Nomor Tiga Deretan Meja Guru

17 Mei 2017   23:21 Diperbarui: 17 Mei 2017   23:47 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlanjut kemudian di SMA. Kami satu kelas lagi!! Dan bisa ditebak. Sebangku, bangku no 3 deretan guru! Lagi.

Kelas 1.1 itulah kelas kami. Sayangnya saat naik ke kelas dua, kami terpaksa terpisah kelas, berkaitan dengan kelas yang sudah dibagi menjadi A1 (Fisika), A2 (Biologi), A3 (IPS). Aku masuk A1 dan Nug masuk A2. Yaa sudah akhirnya pisah bangku dan kelas saat masuk kelas 2 SMA Negeri di kota kami. Namun aku tetap duduk di meja nomor tiga deretan meja guru. Bedanya duduk sebangku dengan teman lainnya. 

Tentu saja selepas sekolah kami masih bermain bersama. Kelayapan dengan sepeda onthel, terkadang naik motor jadul Bapakku. Nyuri-nyuri kesempatan, soalnya aku selalu dimarahin Ibu kalau naik motor. Hahaa 

Kuliah. Masa kuliah aku meneruskan studi di UGM Yogyakarta. Nug lanjut ke sebuah Akademi Perhotelan di Solo. Dan sibuklah kami dengan aktivitas dan teman-teman baru di kota yang berbeda. 

Lama berselang ternyata merngubah beragam keadaan dan kondisi. Karena masih satu desa, aku sering mendengar kabar tentang Nug dari Ibu dan teman-teman di kampong lainnya. Kabar tak sedap. Nug ditangkap polisi karena mengedarkan narkoba1. Aku sudah sering mendengar Nug menjadi kurir narkoba sebelumnya. Namun yaa itulah kami sudah jarang ketemu, karena kuliah.

Hingga pada suatu kesempatan aku berjumpa dengan Nug selepas dari penjara. Itu waktu yang sudah lama banget. Entah berapa tahun aku tak jumpa dia. Berceritalah kami tentang semua hal. Masa kecil hingga kasus-kasusnya di narkoba. Ternyata Nug sudah lama menjadi pemakai sekaligus pengedar. Bahkan kuliahnya terbengkalai dan ditinggalkannya, karena Nug fokus sebagai ….. kurir narkoba!

Ibunya sudah tak bisa mengendalikannya. Hanya bisa menasehati yang tak mempan. Aku sedikit banyak juga sharing tentang sebaiknya mencari kerjaan yang benar. Atau wirausaha. Aku ingat cita-citanya dulu semasa SMA bikin punya usaha kuliner. Bisnis kuliner aneka sate! Cuman akhirnya terkubur seiring dengan nasibnya yang sudah ‘nyaman’ di dunia beresikonya. 

“Tinggalinlah, cari kerjaan yang baik, kasian Ibumu,”kataku waktu itu, agar dia keluar dari dunia narkoba. 

“Susah, aku gak punya skill, selain ini (pengedar),” jawabnya yang membuatku tercenung.

Lama terpisah lagi. Jarang aku ketemu dia lagi. Apalagi aku sudah lulus kuliah dan kerja di ibukota. Pulang kampong setahun sekali. Nug sudah hampir terlupa dari benak.  Hingga suatu ketika dari cerita Ibuku, Nug kembali ditangkap polisi. Dia kena gerebek di sebuah rumah di Solo. Singkatnya masuk lagi ke penjara.

Tak cukup disitu, tahun berselang Nug terkena kasus lagi. Dia jualan minuman keras oplosan. Oplosan yang dia buat sendiri berakibat fatal, saat ada konsumennya yang tewas. Kasus masuk polisi dan Nug terjerat kembali, bahkan terekspos media massa daerah. Itu peristiwa yang sudah 8 tahun berselang. Dan sampai kini aku tak dengar lagi kabarnya. Termasuk Ibuku sudah tak tau infonya, soalnya Ibunya Nug juga tak banyak cerita lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun