Mohon tunggu...
Ragile (Agil)
Ragile (Agil) Mohon Tunggu... Administrasi - seorang ayah yang kutu buku dan pecinta damai antar ras, agama, dan keyakinan

"Tidak penting SIAPA yg menulis, yg penting APA yg ditulis" (Ragile 2009). Pendiri #PlanetKenthir. Pro #Gusdurian. Lahir: 1960. Kuliah Sastra Inggris. Gawe Software Komputer ; Keuangan. Nama: Agil Abdullah Albatati (Engkong Ragile). FB: Agil Abd Albatati. Twitter: @KongRagile. Alamat: Kemang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Terimalah Terimakasih dan Hormatku Kepada Kompasianer

23 Agustus 2011   00:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33 971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_130991" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Bukan kebetulan ketika status Facebook saya tanggal 18-ags-2011 berbunyi sebuah pengakuan. Mengisyaratkan bahwa yang dimaksud oleh Pak Dian Kelana adalah diri saya - dalam postingannya berjudul "Dapatkah Kita Membantu Kompasianer Yang Sedang Kesulitan?" (terbit 15-ags-2011). *** Teman-teman yang sempat baca tentu ingat status saya ini: Kepada sahabat2 Kompasianer. Akhirnya kalian tahu. Walau aku tak ingin kalian tahu. Aku berniat hadapi sendiri. Tapi Tuhan berkata lain. DIA menghantarkan untuk menyaksikan. Tak ada kata mampu kuucapkan. Tak tau harus bagaimana. Terimalah terimakasihku dan hormatku kepada kalian semua. *** Ijinkan Saya Berterusterang: Dalam postingan Pak Dian di atas tidak menyebut nama saya (@Ragile atau Agil Abd al-Batati). Tentu saja karena Pak Dian memposting tanpa sepengetahuan saya, dan di luar dugaan saya hal itu akan terjadi. Pertemuan kami berdua di Masjid An-Nur Komseko Ciracas Jakarta Timur, sehari sebelum posting, adalah kebetulan belaka ketika kami berjejeran sholat ashar. Sehari sesudah tulisan tsb diposting saya dikabari, terkejut, lalu meminta Pak Dian mendrop/hapus postingan itu. Tapi beliau dan Pak Thamrin Dahlan berpendapat, seingat saya, agar lanjutkan saja karena itu mungkin bagus untuk saya. Dan sudah dibahas dengan Admin Kompasiana. Perasaan saya campur aduk: berterimakasih karena dipedulikan teman-teman, sekaligus cemas tau-tau koq jadi beban? Padahal terhadap keluarga besarku sendiri hanya segelintir yang tahu. Kenapa Jadi Begini? Mohon maaf tidak saya rinci semua kejadian hingga saya begini. Saya masih sangat letih, ya letih fisik ya letih mental. Singkat cerita begini: Sejak 1 April 2011 saya kehilangan semua pekerjaan sebagai freelancer yang menghandle keuangan sebuah usaha dan mengaudit keuangan dua klien. Lalu sejak 1 Juli 2011 habis kontrakan rumah di Kramat Jati Jakarta Timur  hingga praktis jobless dan homeless. Saya pergi meninggalkan rumah kontrakan jam 9 malam hanya membawa satu tas berisi pakaian 4 stel. Seluruh isi rumah saya serahkan kepada pemilik rumah untuk bayar tunggakan dua bulan. Saya tak mampu bayar kontrakan rumah karena salah saya sendiri. Yaitu terlalu percaya dan ngarep-ngarep uang datang dari penjualan harta tak bergerak milik sendiri dan uang dari seseorang yang tahun lalu sering hutang kepadaku. Ternyata dua-duanya cuma janji-janji palsu, saya tertipu, lalu saya dihukum atas kebodohanku. Berbekal uang Rp.60.000,- setelah diusir dari rumah kontrakan saya berkelana cari tempat-tempat umum gratis untuk tidur, mandi, dll. Pilihan pertama jatuh di Stasiun Jatinegara Jakarta Timur. 3 Malam tidur di kursi panjang peron. Setelah ada pinjaman uang  dari famili lalu kelayapan ke Stasiun Tegal dan Stasiun Tawang Semarang. Saya menginap masing-masing 3 malam di stasiun yaitu di kursi panjang di peron. Saya pergi ke sana-kemari menjalin kontak dan agar giat beraktifitas. Pengalaman jobless-homeless-hidupsendirian hampir 2 bulan tidur pindah-pindah: di peron-peron stasiun kereta api, di mushola, di ruang tunggu rumah sakit, dan terakhir di masjid, memaksa saya sabar menunggu keadaan berubah. Apa saja yang saya alami persisnya bagaimana biarlah untuk diri saya sendiri - tak perlu orang lain ikut terluka hati, ikut terhina, ikut terlucuti semua kehormatan sebagai seorang manusia. Hal terpenting pada peristiwa ini bagi saya untuk dicatat adalah: a) Banyak sahabat Kompasianer yang peduli nasib orang lain - dalam hal ini dimotori oleh Pak Dian Kelana, suatu pertanda baik dan tradisi yang mulia, b) Banyak hikmah bagi diri saya untuk: menata kembali masa depan, menata ulang persaudaraan, dan menata ulang pertemanan, c) Tersingkap tabir-tabir siapa dan mengapa di sekitar saya yang selama ini jadi pertanyaan besar bagi saya; pengalaman jobless-homeless-hidupsendirian ini barangkali adalah harga yang harus saya bayar untuk memperoleh semua jawaban. Begitulah sahabatku semua. Sekalian dalam kesempatan ini ijinkan saya sampaikan dua hal: 1) Saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya atas sumbangan/bantuan baik yang disampaikan melalui rekening bank Pak Dian Kelana maupun Pak Thamrin Dahlan. Juga bantuan dan kepedulian dalam bentuk apapun kepada diri saya. 2) Saya ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri bagi sesama muslim. Mohon maaf lahir batin. Semoga berkah dan masa depan cerah. Selanjutnya pagi ini. Uang bantuan sudah diserahkan tadi malam (diwakili oleh Pak Dian Kelana dan Pak Thamrin Dahlan ) baca lengkapnya pada postingan Pak Dian Pagi ini berjudul "Uang Bantuan Kompasiner Sudah Diserhkan". Terus terang saya rindu satu hal yang sudah lama hilang: kembali tidur di atas kasur agar tulang-tulang tidak lagi tersengat dinginnya lantai ubin. Wassalam, Ragile, 23-ags-2011

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun