Penambangan (minning)Â
Â
Penambangan Bitcoin bisa diibaratkan seperti menambang emas, karena sama-sama harus "menggali", hanya saja dalam bentuk digital. Misalnya, ketika seseorang ingin mengirim 1 Bitcoin dari si A ke si B, maka jaringan Bitcoin perlu memastikan bahwa transaksi itu benar. Untuk itu, para penambang Bitcoin akan berlomba memecahkan soal matematika yang sangat rumit menggunakan komputer. Tujuannya adalah untuk memverifikasi transaksi tersebut. Siapa yang berhasil menyelesaikan soal itu terlebih dahulu, akan mendapat hadiah berupa sejumlah kecil Bitcoin. Hadiah ini bukan diambil dari Bitcoin yang sudah ada, tapi merupakan Bitcoin baru yang diciptakan sebagai imbalan atas usaha penambangan.
Â
Namun, proses ini membutuhkan komputer dengan kemampuan tinggi dan mengonsumsi banyak listrik. Sistem Bitcoin sendiri telah dirancang agar total Bitcoin yang bisa ditambang maksimal hanya 21 juta koin, dan proses penambangan ini diperkirakan akan selesai pada tahun 2140.[12] Hingga saat ini bitcoin yang sudah beredar mencapai 19,860.000 BTC. Dengan demikian, Bitcoin yang tersisa 1,140.000 Bitcoin, Peredaran Bitcoin dapat dipantau melalui (https://coinmarketcap.com/).
Dengan demikian, meskipun semua cryptocurrency adalah mata uang digital, tidak semua mata uang digital adalah cryptocurrency. Perbedaan utamanya terletak pada mekanisme kontrol dan teknologi dasar. Cryptocurrency bersifat terdesentralisasi dan umumnya berbasis teknologi blockchain, sementara mata uang digital lain seperti CBDC atau e-money bersifat terpusat dan dikontrol oleh lembaga resmi. Cryptocurrency lebih terbuka dan bersifat global, tetapi juga menghadapi tantangan regulasi di berbagai negara. Sementara itu, CBDC menawarkan kontrol penuh kepada pemerintah atas sirkulasi dan kebijakan moneternya.
- Analisis Tematik-Konseptual
- Â
- Objek kajian: mata uang digital atau Cryptocurrency
- Pembatasan terhadap konsep-konsep:
- Hanya membahas hadist-hadist yang membahas tentang transaksi keuangan dalam islam, khususnya hadist yang berhubungan dengan jual-beli, riba, dan kejujuran.
- Fokus utama tentang mata uang digital dan cryptocurrency yang menggunakan teknologi blockchain.
- Pembahasan menitikberatkan pada aspek halal dan haram terkait mata uang digital atau cryptocurrency.
- Literatur primer objek kajian:
- Shohih Muslim
- "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah (dengan melempar batu) dan jual beli gharar."
- Â
- Sunan Ibnu Majah
- -
- Dari Abu Said Al-Khudri, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Yang namanya jual beli itu hanyalah jika didasari asas saling rela."
- Â
- Shohih Bukhori
- "Sesungguhnya Rasulullah shollallahu 'alaihi wa 'ala alihi wa sallam melarang dari Al-Munabadzah dan Al-Mulamasah."
- Â
- Shohih Muslim
- :
- Dari Ubadah al-Shomit bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "(Diperbolehkan menjual) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama sebanding, sejenis, dan ada serah terima."
- Takhrij Hadist:
- Hadist yang pertama diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih Muslim , juz 3, hal. 1153, Bab Buthlani Bai'il Khassod wal Bai'i alladzhi fihi Gharar, nomer 1513.
- Hadist yang kedua diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah, juz 2, hal. 737, Bab Bai'il Khiyar, nomer 2185.
- Hadist yang ketiga diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam kitab Shohih Bukhori, juz 2, hal. 754, Bab Bai' Mulamasah, nomer 2037.
- Hadist yang keempat diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohih Muslim, juz 3, hal. 1211, Bab Shorfi wa Bai'i Dzahab bil Waroqi Naqdan, nomer 1587.
- Kalimat ghorib:
- : Jual beli dengan cara melempar batu/kerikil
- : Ketidakpastian/Penipuan
- : Asas suka-suka atau saling ridho/setuju
- : Jual beli dengan cara melempar barang tanpa melihat kualitas barang tersebut.
- : Jual beli dengan cara menyentuh barang tanpa memperhatikan kualitas barang tersebut.
- Penjelasan para ahli
- Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa ketidaksahan jual beli hashah disebabkan oleh adanya unsur ketidakpastian (gharar). Namun, menurutnya, jual beli tetap dapat dianggap sah apabila unsur ketidakpastian tersebut sangat minimal, terdapat kebutuhan mendesak, dan menghindarinya sangat sulit. Dalam hal ini, kebolehan didasarkan pada prinsip toleransi terhadap ketidakpastian yang ringan. Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keabsahan transaksi seperti jual beli barang yang belum ada juga berpijak pada kaidah ini. Sebagian ulama menganggap ketidakpastian tersebut tidak signifikan dan membolehkan jual beli, sementara yang lain memandangnya substansial dan karena itu membatalkan akad. Dalam semua hal ini, Allah-lah yang Maha Mengetahui.
- Menurut Abu Hasan An-Nuruddin As-Sindi dalam Hasyiyah As-Sindi, kerelaan (ridha) merupakan syarat sah jual beli. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan secara terpaksa dianggap tidak sah karena tidak disertai keridhaan pihak terkait.
- Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa Rasulullah SAW melarang dua bentuk jual beli, yaitu mulmasa (menyentuh barang tanpa melihatnya) dan munbaza (saling melempar barang sebagai tanda jual beli tanpa kesepakatan jelas). Kedua praktik ini dinilai mengandung unsur ketidakjelasan (gharar) dan menyerupai perjudian, sehingga dianggap batal. Para ulama sepakat bahwa transaksi semacam ini tidak sah karena tidak memenuhi syarat kejelasan dan kerelaan dalam akad. Larangan ini menegaskan pentingnya transparansi dan kesepakatan dalam jual beli menurut syariat Islam.
- Menurut Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Zawajir 'an Iqtiraf al-Kabair (jilid 1, hal. 399) pada dasarnya jual beli itu hukumnya boleh (mubah). Namun, kebolehannya itu berlaku selama mengikuti aturan hukum yang sah dan dilakukan dalam kondisi yang benar. Suatu transaksi jual beli dianggap sah jika dilakukan atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.
- Konfirmatif atau komparatif ayat al-Qur'an, pendapat sahabat, dan tokoh ahli terkait cryptocurrency.
- Â
- "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya."
- Â
- Keterangan: Jika transaksi crypto dilakukan tanpa unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan penipuan, maka bisa dikonfirmasi bahwa hal itu termasuk jual beli yang dibolehkan.
- "Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui"
- Â
- Keterangan: Ayat tersebut melarang perolehan harta dengan cara yang batil, seperti penipuan, riba, dan manipulasi, yang relevan dikaji secara komparatif dalam konteks cryptocurrency. Sebab, sebagian praktik dalam dunia kripto berpotensi mengandung unsur batil, seperti skema ponzi atau transaksi spekulatif. Namun, tidak semua penggunaan crypto otomatis haram, jika dilakukan secara sah, transparan, dan adil serta tidak bertentangan dengan prinsip syariah, maka penggunaannya dapat dibenarkan.
- No
- Kategori
- Hukum
- Penjelasan
- 1
- Sebagai Mata Uang
Haram
- Mengandung gharar, dharar, dan qimar
- Tidak stabil dan tidak diakui secara resmi
- Bertentangan dengan UU No. 7/2011 dan PBI No. 17/2015
- 2
- Sebagai Komoditas/Aset tanpa underlying
Haram
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!