Bayangkan Anda mahasiswa baru yang antusias gabung di himpunan jurusan. Semangat Anda disambut dengan tugas 'wajib': jualan puluhan jajan ke sesama mahasiswa. Jika tidak laku, Anda sendiri yang harus membelinya. Atau, akun Instagram pribadi Anda tiba-tiba jadi medan promosi jasa lelang tak jelas---tanpa komisi. Inilah realitas 'kerja paksa' bernama Danus dan Paid Promote di organisasi mahasiswa. Loyalitas diukur dari seberapa dalam kocek Anda dikuras.
Ketika Loyalitas Diukur dengan Dompet
Danus: Jualan Paksa yang Diromantisasi
Danus atau apa yang disebut "Dana Usaha" seringkali berubah jadi salesforce yang membebani anggota. Mereka dipaksa berkeliling kampus menjual jajanan---dari risol hingga es teh---dengan target tertentu. Jika gagal, solusinya simplistis: "Ya beli sendiri, dong! Kan buat organisasi kita!". Hasilnya? Banyak mahasiswa terpaksa mengorbankan uang saku hanya untuk memenuhi kewajiban moral palsu ini.
Paid Promote: Influencer Gratisan
Di era media sosial, anggota organisasi dijadikan influencer tanpa bayaran. Mereka wajib membagikan promo produk ke akun pribadi atau membanjiri grup WhatsApp dengan iklan. Parahnya, semua keuntungan masuk ke kas organisasi, sementara anggota hanya dapat "pengalaman". Ini bukan endorsement, tapi eksploitasi digital.
Mengapa Praktik Ini Masih Hidup?
1. Budaya Bakti Buta pada Organisasi
Loyalitas diukur dari seberapa besar pengorbanan anggota---termasuk finansial. Kritik dianggap "tidak solid" atau "egois". "Kalau enggak mau danus, keluar saja dari organisasi!" jadi ancaman terselubung. Â
2. Normalisasi Eksploitasi
"Dulu kami juga mengalami ini, jadi wajar!" atau "Enggak ada cara lain!"--- kalimat-kalimat ini membuat siklus eksploitasi terus berputar. Mahasiswa baru di-brainwash untuk menerimanya sebagai "proses pembelajaran". Mereka didoktrin untuk percaya bahwa bisnis yang baik dijalankan oleh tenaga kerja yang dipaksa memenuhi kebutuhan organisasi.
Ini Bukan Hanya Soal Uang, Tapi Kekuasaan
Praktik Danus dan Paid Promote yang dipaksakan adalah bentuk korupsi yang dinormalisasi:
Pemerasan: Memanipulasi rasa bersalah anggota untuk mengeluarkan uang.
Penyalahgunaan Wewenang: Pengurus menggunakan jabatan untuk memaksa bawahannya.
Pelanggaran Etika: Mengomersialkan ruang personal anggota di media sosial.
Solusi: Revolusi Mental Harus Kritis
1. Stop Romantisasi Pengorbanan Finansial
Loyalitas tidak sama dengan membayar. Organisasi harus mencari dana melalui cara kreatif dan legal: