Mohon tunggu...
Rafijep
Rafijep Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjran

Sedang belajar menjadi seorang jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tanjung Priok Harus Lepas dari Istilah "Senggol Bacok"

5 Januari 2023   17:47 Diperbarui: 5 Januari 2023   17:54 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DKI Jakarta yang terdiri dari lima wilayah administratif, yakni Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Kepulauan Seribu. Masing-masing wilayah sendiri  memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari segi kultur, pertumbuhan ekonomi, pola kehidupan masyarakat, dan masih banyak lainnya. Tak heran beberapa daerah memiliki julukan yang menjadi representasi dari karakteristik wilayahnya. Namun, tidak semua julukan atau stigma sesuai dengan realita dan keadaan sesungguhnya. 

Salah satu daerah yang terkenal dengan sebuah istilah  julukan, ialah Jakarta Utara lewat  daerahnya yang bernama Tanjung Priok. Sebagai daerah pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia, Tanjung Priok kerap dijuluki dengan "Senggol Bacok" yang mengartikan banyaknya tindak kriminal di sana. Tentu julukan ini bukanlah sebuah julukan yang dapat dibanggakan, dalam artian julukan tersebut membuat sebuah stigma buruk terhadap daerah Tanjung Priok.

Sebagai seorang mahasiswa jurnalistik yang kerap memperhatikan istilah dan sejarah sebuah kebudayaan daerah, saya merasa Tanjung Priok dan istilah "senggol bacok" perlu ditelusuri lebih mendalam. Sebelumnya, sempat beredar sebuah berita di media yang memberitakan kalimat lontaran dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, terkait pandangannya mengenai Tanjung Priok. 

Pada 16 Januari 2020 silam di sebuah acara Lapas Narkotika Kelas 2A Jatinegara, Yasonna Laoly mengatakan bahwa tingkat kemiskinan mempengaruhi tindak kriminalitas dan kemudian membandingkan kriminalitas di Tanjung Priok dengan kawasan elit di Menteng sebagai sebuah contoh. Tentu hal ini menyebabkan protes besar-besaran oleh warga asli Tanjung Priok, lantaran tak terima atas perbandingan yang diucapkan oleh Yasonna Laoly. 

Masyarakat Tanjung Priok berpendapat bahwa tindak kriminalitas di Tanjung Priok tidak bisa menjadi representasi seluruh wilayah Tanjung Priok. Sementara itu, saya sebagai orang yang baru hidup selama 22 tahun di Jakarta juga turut merasakan kesedihan Warga Priok ketika dikatakan sebagai daerah dengan kriminalitas yang tinggi.

Mari kita tengok sejenak sejarah singkat mengenai Tanjung Priok yang sudah aktif berdiri di Jakarta sebagai pelabuhan sejak tahun 1877 pada zaman Hindia Belanda. Menurut KBBI, Tanjung berarti tanah di ujung dan priok yang diambil dari kata periuk adalah sebuah panci masak yang terbuat dari tanah liat. Asal usul nama Tanjung Priok memiliki tiga versi, pertama ada yang mengatakan Tanjung Priok diambil karena daerah tersebut menjual banyak periuk untuk memasak. 

Kedua, Tanjung Priok dikaitkan dengan nama Aki Tirem seorang penghulu yang terkenal sebagai penjual periuk di daerah Warakas Jakarta Utara. Terakhir, nama Tanjung Priok dikaitkan dengan Mbah Priok dengan nama asli Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hassan bin Muhammad Al Haddad seorang pemuka agama islam. Berdasarkan sejarah berdirinya, belum ada indikasi atau cikal bakal Tanjung Priok menjadi daerah kriminal.

Berkaca pada teori kriminalitas faktor ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan seseorang memang berpengaruh terhadap tindakan kriminalitas seseorang atau sekelompok orang. Sementara itu, saya mencoba mengambil Data dari BPS DKI Jakarta mengenai tingkat kemiskinan wilayah di Jakarta. 

 

Memang Jakarta Utara menempati wilayah dengan tingkat kemiskinan tertinggi bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Namun, hal ini tak cukup untuk membuktikan bahwa julukan Tanjung Priok itu tepat atau berdasarkan kalimat Yasonna Laoly yang menggunakan parameter tingkat kemiskinan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun