Mohon tunggu...
Rafi Akbar
Rafi Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bermain

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Katakan "No" pada Korupsi

28 November 2023   10:17 Diperbarui: 28 November 2023   10:18 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara dalam presfektif cenderung memanipulasi suatu kebenaran (truth), maka negara sering kali memanfaatkan prosedur pengetahuan sebagai uapaya untuk menegaskan penutupan kebenaran. Itulah sebabnya, sikap penerimaan kita terhadap keadaan selalu disuguhkan dengan berbagai pengetahuan tentang cita-cita negara. Seperti kesejahteraan, keadilan, keutuhan dan lain sebaginya yang justru mengenyampingkan masalah-masalah utama. Seperti ketimpangan, kemiskinan dan termasuk di dalamnya korupsi yang merupakan masalah penting, bukan saja di dalam negeri melaikan juga masalah dunia internasional yang harus segera diberantas.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mencatat, korupsi adalah kejahatan serius yang dapat melemahkan pembangunan sosial dan ekonomi di semua lapisan masyarakat. Tampaknya tidak ada negara, wilayah atau masyarakat yang kebal terhadap kejahatan ini.

Setiap tahunnya, PBB mencatat sekitar $2,6 triliun lenyap akibat korupsi. Indikator ini setara dengan lima persen produk domestik bruto (PDB) dunia. Hilangnya lima persen PDB secara langsung berdampak pada kualitas pendidikan, kesehatan, keadilan, demokrasi, kemakmuran dan pembangunan di semua negara. Hampir semua masalah yang sulit diselesaikan di tiap negara adalah korupsi, mulai dari masalah institusi seperti kepolisian dan pengadilan, juga masifnya penyuapan, permainan proyek, manipulasi anggaran, memeras sampai penyalahgunaan wewenang sebagai pejabat publik yang menjadi penyebab utama ketimbangan sosial dan ketidakadilan.

Tidak ada negara yang kebal dari korupsi. Kita bisa melihat laporan dari Transparency International mengeluarkan Corruption Perception Index yang mendata tingkat korupsi pada negara-negara di penjuru dunia. Indeks korupsi rendah selalu diikuti dengan buruknya institusi publik yang menyebabkan korupsi tumbuh subur, masif dan sistemik. Posisi Indonesia menurut laporan Transparency International tersebut, berada pada urutan 90. Nilai Indonesia adalah 37 dari maksimal 100 skor. CPI adalah sebuah gambaran tentang situasi dan kondisi korupsi pada level negara atau teritori. Turunnya skor indeks persepsi korupsi di Indonesia diakibatkan banyaknya data korupsi yang tercatat, ICW meliris pada Februari 2017 ada 482 kasus selalama kurun waktu 2016. Dari jumlah itu, sebanyak 1.101 orang ditetapkan sebagai tersangka dengan total nilai kerugian negara mencapai Rp1,45 triliun.

Dalam data penanganan perkara tindak pidana korupsi oleh KPK, dari tahun 2004 hingga bulan Mei 2020 terdapat 417 kasus korupsi yang melibatkan politisi dan kepala daerah, di antaranya melibatkan DPR/DPRD sebanyak 274 orang, gubernur 21 orang dan wali kota, bupati dan wakil sebanyak 122 orang. Dari laporan data di atas, bahwa korupsi di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang amat serius, korupsi berdampak fatal bagi kehidupan bangsa dan negara, juga merusak sistem perekonomian. Upaya menjadikan korupsi sebagai musuh bersama sudah dilakukan jauh-jauh hari. Meskipun demikian, perlawanan terhadap perilaku korupsi hingga saat ini belum dilakukan secara maksimal. Penanganan kasus-kasus korupsi terkesan berlarut-larut dan tidak terselesaikan secara tuntas.

Mengandalkan proses penegakkan hukum tidaklah cukup. Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara kolektif, dengan kesadaran bahwa korupsi adalah musuh bersama. Oleh sebab itu, perlu digagas gerakan melawan korupsi dengan upaya yang komprehensif. Selama ini, upaya pemberantasan korupsi belum banyak dilakukan secara sistematis, terlebih upaya pencegahan sejak dini. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Alternatif yang mungkin Persoalan korupsi adalah persoalan sistemik yang pelik.


Namun bukan berarti itu menutup segala alternatif yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dan mengantisipasi. Artinya kita tak bisa menghilangkan seketika persoalan korupsi ini, namun ia bisa ditekan dengan alternatif yang mungkin sebagai sebuah tindakan preventif. Tindakan preventif yang dimaksud, antara lain dengan memberikan pemahaman korupsi lebih mendalam dengan pembelajaran anti korupsi melalui berbagai lembaga pendidikan maupun di lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat. Pendidikan anti korupsi sesungguhnya berperan sangat penting untuk mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Ruang keluarga adalah tempat pendidikan pertama untuk anak memahami apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, mana milikmu mana milikku, serta pendidikan pondasi anak untuk memahami kewajiban dan tanggung jawab untuk pembentukan karekter anak di kemudian hari. Oleh karena itu, keluarga menjadi alat yang sangat efektif dan sangat fundamental dalam menumbuhkan budaya antikorupsi di Indonesia. Kedua, adalah peren aktif dari lembaga pendidikan, tidak hanya sekolah, akademi, institut, atau universitas.

Juga termasuk lembaga pendidikan dan pelatihan yang dikelola pemerintah dirancang khusus untuk meningkatkan kualitas aparatur pemerintahan. Pelatihan guru sebagai pelopor pembentukan karakter generasi muda juga perlu dibekali pengetahuannya tentang korupsi dan cara pencegahan serta penanggulangannya, dipraktekkan dari lingkungan sekolah, sedini mungkin mulai ditanamkan budaya anti korupsi. Dengan demikian, lembaga pendidikan mempunyai posisi yang sangat strategis dalam memperkenalkan mentalitas antikorupsi. Ketiga, peran kita dan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, yaitu mewaspadai akibat yang ditimbulkan oleh korupsi.

 Masyarakat harus proaktif untuk menciptakan nilai-nilai integritas, melaksanakan pengawasan, pemantauan dan pelaporan sebagai upaya preventif. Dan yang terakhir, kita harus terus mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perjuangan pemberantasan korupsi dan berpartisipasi melalui informasi, pendidikan, dan antikorupsi. Kita semua mempunyai hak dan peran untuk meningkatkan kesadaran tentang segala bahaya dan akibat korupsi, kita hanya perlu lebih memanfaatkan hak dan peran kita untuk masa depan kita, masa depan Indonesia yang bebas korupsi. .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun