Berdirinya PETA adalah salah satu dari hasil kolonialisme yang dilakukan Jepang, namun dibelakang itu pada saat jepang menduduki Nusantara banyak tindakan-tindakan tidak berkemanusiaan yang dilakukan oleh jepang dengan diterapkannya kebijakan ekonomi yang sangat memberatkan rakyat Indonesia seperti pengenaan pajak yang tinggi dan sistem kerja paksa (romusha), kekerasan seksual terutama terhadap perempuan yang terbukti dengan adanya Jugun Ianfu yang dituju untuk memuaskan faktor biologis tentara Jepang hingga pembunuhan massal terjadi pada saat pendudukan Jepang Di Nusantara
NASIONALISME YANG TUMBUH DI TENGAH KEKEJAMAN
Ditengah pelatihan militer yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai tempat, tidak dapat dipungkiri bahwa mereka mendapatkan waktu untuk berinteraksi dan bersosialisasi.  Ikatan persaudaraan yang terjalin di antara anggota PETA menjadi cikal bakal atau awal dari berkembangnya Nasionalisme yang ditimbulkan dari semangat-semangat yang dimiliki tentara-tentara untuk dapat Merdeka. Mereka berbagi pengalaman,  baik suka maupun duka  dan  kesamaan  nasib  sebagai  bangsa  yang  terjajah.  Pengalaman  bersama  mengalami  kekejaman  Jepang dari  kerja  paksa  sampai  kehilangan  orang  tercinta menciptakan  rasa  empati  dan  solidaritas  yang  mendalam. Â
Secara  bertahap,  kesadaran  nasional  tumbuh  di  kalangan  anggota  PETA.  Mereka  mulai  melihat  diri  mereka  bukan  hanya  sebagai  bagian  dari tentara budak organisasi  militer  Jepang,  tetapi  sebagai  bagian  dari  bangsa  Indonesia  yang  berjuang  untuk mendapatkan  kemerdekaan.  Beberapa  perwira  PETA  yang  memiliki  visi  kepemimpinan  yang  kuat  berperan  penting  dalam  mengarahkan  semangat  nasionalisme  ini.  Mereka  mengeksploitasi  celah  yang  ada  di  sistem  pelatihan  untuk  menanamkan  semangat  nasionalisme  tanpa  secara  terbuka  menentang  otoritas  Jepang.
 Walaupun  dirancang  oleh  Jepang pelatihan  militer  PETA  sendiri secara  tidak  langsung  mempersiapkan  anggota  PETA  untuk  perjuangan  kemerdekaan  di  masa  mendatang.  Dengan pemahaman bahwa mereka harus merdeka dalam artian bebas dari rantai penjajahan, tentara PETA menafsirkan ulang pelatihan militer sebagai persiapan untuk kemerdekaan. Mereka  belajar  disiplin,  strategi  militer,  dan  pentingnya  kerja  sama  tim yang menjadi bekal  Keahlian  yang  akan  bermanfaat  besar  dalam  perjuangan  kemerdekaan  di  masa  yang  akan  datang.
TRANSFORMASI LOYALITAS MILITER
PETA atau  Pembela Tanah Air merupakan tentara sukarela yang dibentuk jepang pada masanya di indonesia. PETA sendiri yang dibuat untuk kepentingan jepang namun justru berputar balik dan mengambil peran dalam kemerdekaan di indonesia ini. Transformasi PETA sendiri sangatlah panjang dan penuh dengan perjuangan ataupun tantangan yang ada. Seperti yang sudah di singgung pada pendahuluan bahwa sejatinya peta di bangun dan di bentuk oleh militer jepang, dan lama di bentuk pun tergantung jabatan yang diduduki, maka dari itu sifat perwujudan nasionalisme dan patriotisme yang ada untuk membela negara sangatlah kental dan melekat dalam diri seorang serdadu itu sendiri, sama halnya dengan tentara jepang.
Perkembangan PETA di seluruh Nusantara berlangsung secara eksponensial atau terus menerus sejak masa pembentukannya. Organisasi ini berhasil mencetak prajurit-prajurit yang tidak hanya terlatih secara militer, tetapi juga memiliki semangat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Dedikasi mereka terhadap Indonesia termanifestasi dalam berbagai pertempuran yang terjadi selama periode 1945-1949 sehingga menandai kontribusi yang signifikan oleh PETA dalam fase awal memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
PERISTIWA-PERISTIWA PENTING DAN DAMPAKNYA
Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia pra Proklamasi Pembela Tanah Air (PETA) menjadi suatu kelompok yang menjadi salah satu pendukung keberhasilan kemerdekaan Indonesia. Meskipun awalnya dibentuk oleh pihak Jepang untuk menghadapi potensi serangan Sekutu, PETA justru berkembang menjadi kekuatan militer yang berdedikasi terhadap cita-cita kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Fenomena ini menunjukkan adanya divergensi antara tujuan awal pembentukan PETA oleh Jepang dan evolusi perannya dalam pergerakan nasional Indonesia.
Peristiwa penting dan berharga yang terjadi dan terlibat dengan peta, seperti kejadian yang berada di daerah blitar. Â Pemberontakan yang telah dilakukan PETA di Blitar sendiri terjadi dikarenakan adanya perlakuan diskriminatif dari prajurit Jepang terhadap anggota PETA, serta kemarahan anggota PETA terhadap militer Jepang yang telah membuat rakyat Indonesia banyak menderita. Tanggal 14 Februari 1945, pukul 03.00 WIB, pasukan PETA melancarkan serangan dengan menembakkan mortir ke kediaman para perwira militer Jepang, yaitu Hotel Sakura di Blitar pimpinan Sudanco Soeprijadi. Selain aksi itu, Markas Kempetai juga ditembaki senapan mesin bahkan salah seorang Bhudancho PETA merobek poster bertuliskan "Indonesia Akan Merdeka", dan menggantinya dengan tulisan "Indonesia Sudah Merdeka!". Lalu diiringi dengan mengibarkan bendera merah putih, para serdadu PETA itu menyerang markas pasukan Jepang dengan menghunus para pasukan Jepang.
Namun hal itu semua tidak berjalan mulus dan sesuai rencana  disaat bala bantuan militer Jepang dari Malang dan Kediri datang memadamkan serangan serdadu PETA, pemberontakan PETA akhirnya dapat digagalkan begitu saja. Sudanco Soeprijadi gagal menggerakkan satuan lain untuk ikut melakukan pemberontakan. Atas perintah dari jepang sendiri Jepang meminta PETA untuk mundur membuat beberapa kesatuan PETA lainnya kembali ke kesatuannya masing masing. Tetapi mereka yang kembali justru ditangkap sebanyak 78 orang perwira dan prajurit PETA, ditahan dan dijebloskan ke penjara untuk kemudian diadili di Jakarta, disiksa oleh polisi Jepang bahkan sebanyak 6 orang divonis hukuman mati di Ancol pada 16 Mei 1945, 6 orang dipenjara seumur hidup, dan sisanya dihukum sesuai dengan tingkat kesalahan.
Tidak hanya itu saja namun peristiwa penting ada juga  yang dilakukan pada 16 Agustus 1945 yang membebaskan Rengasdengklok dari  kendali  Jepang  serta  menjaga  situasi  keamanan  di  Jakarta dapat menjadi bukti konkret peran penting yang dilakukan oleh PETA. Kontribusi PETA juga terlihat dalam pengawalan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno dan Mohammad Hatta yang berujung pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia PETA secara resmi dibubarkan oleh pihak Jepang, namun warisan organisasi ini tetap berlanjut dengan cara para mantan anggota PETA menjadi pionir dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) hingga menjadi Tentara Rakyat Indonesia (TRI). Evolusi ini mencapai puncaknya dengan terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai institusi pertahanan resmi negara. Proses transformasi ini menunjukkan kontinuitas peran mantan anggota PETA dalam pembentukan dan pengembangan angkatan bersenjata nasional Indonesia demi mempertahankan dan terus memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.