Mohon tunggu...
Raditya Saputra
Raditya Saputra Mohon Tunggu... Masinis - Anak Yogyakarta.

Anak Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Tuhan Menciptakan Pria

5 Agustus 2022   17:30 Diperbarui: 5 Agustus 2022   17:34 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lalu, Tuan, apa yang salah?”

“Hatinya terlalu kecil untuk berbelas kasihan”, cerita Tuhan dengan menempelkan tangannya ke dadanya yang hangat.

“Hatinya yang terlalu kecil ternyata membutakannya. Dia tak menjadi seorang yang memahami, lebih banyak ingin dimengerti. Dia justru menjadi karyaku yang egois nan jumawa. Kedewasaannya tak bisa kita ukur dengan satuan normal karena diriku melihat kedewasaannya terlalu kecil”

“Bagaimana dengan badannya yang kekar itu, Tuan? Bukannya mereka akan saling melindungi?”

Semakin sedihlah Tuhan mendengar pertanyaan si Serafim tukang ingin tahu ini. Tapi tetaplah, siapa yang bertanya kepada Tuhan dialah yang akan tahu sebuah kebenaran.

“Badannya tangguh memang. Dia bisa memikul gunung di bahunya dan menggenggam sebuah batu raksasa di tangannya. Namun racikanku salah. Badannya yang besar membuatnya merasa ingin terus berkuasa. 

Menunjukkan dirinya yang hebat dan kuat, padahal ini menunjukkan betapa lemahnya dia karena selalu ingin berseteru. Hanyalah yang kuat yang mencintai kedamaian” cerita Tuhan.

“Lalu apa yang ada di antara kedua kakinya?” tanya Serafim

“Oh itu penisnya. Tempat semua kebodohannya berasal”

Tuhan sadar bahwa jika Ia menjelaskan asal semua kebodohan pria ini maka akan membutuhkan waktu yang lama. Tuhan sedang lelah. Dia ingin sedikit meratapi kegagalannya dalam diam membunuh semua penyesalan yang menenggelamkannya selama ini. Hatinya berkecamuk.

“Bagaimanakah engkau bisa menciptakan monster seperti ini Tuan?”, tanya Serafim

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun