Mohon tunggu...
Raditya Mayeesha Bayu Saputra
Raditya Mayeesha Bayu Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya adalah mahasiswa Universitas Airlangga yang memiliki rasa keingintahuan hal baru yang tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Isu Kesejahteraan Guru Honorer yang Tak Kunjung Hilang

6 Juni 2022   23:35 Diperbarui: 6 Juni 2022   23:38 2116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

          Dengan mengusung SDG (Sustainable Development Goals) yang ke-4, yaitu Quality Education, artikel ini membahas tentang isu guru honorer yang memiliki penghasilan yang tidak sepadan dengan usahanya. Guru honorer merupakan pegawai sementara yang belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil secara resmi dengan tujuan kebutuhan Pendidikan di daerah terpencil yang mendesak. Menurut PP nomor 48 tahun 2005 yang kemudian direvisi menjadi PP nomor 56 tahun 2012, tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat Pembina kepegawaian atau pejabat pemerintahan yang ditugaskan untuk melakukan sesuatu di dalam instansi pemerintah. Guru honorer juga sering disebut sebagai pegawai pemerintah yang non-PNS, namun, dikarenakan dibayar dengan nominal kecil, tidak sedikit juga guru honorer yang kunjung mengundurkan diri

            Mirisnya lagi, terdapat beberapa kasus yang menyebutkan bahwa guru honorer tidak digaji untuk jangka waktu yang sangat lama (ditambah dengan nominal gaji per bulan yang sangat kecil), sehingga menghambat kinerja dan psikologi mereka. Bahkan ada kasus guru yang sampai membakar Gedung sekolah dikarenakan menderita depresi karena gaji tak kunjung turun hingga 24 tahun sebesar Rp.6.000.000. Adapun yang mengaku bahwa berjualan sayur membuahkan gaji yang lebih besar daripada menjadi guru honorer di daerah pedalaman hanya karena tidak adanya sukarelawan yang mengajukan diri untuk mengajar.

            Faktor utama dari guru-guru tersebut untuk tetap mengajar tidak lain adalah “panggilan hati” dari murid-murid mereka yang sudah mereka didik sejak lama dan terlanjur akrab sehingga menumbuhkan rasa kasihan tersendiri. Sebagian besar sudah berhenti berprofesi sebagai guru, namun saat mereka berhenti, murid-murid justru datang ke rumah mereka untuk meminta didikan karena minimnya sukarelawan lainnya, dan akhirnya kembalilah mereka mengajar. Menurut saya, upaya pemerintah untuk menghapus status “honorer” dan menyediakan kesempatan untuk mereka diseleksi dan dijadikan Pegawai Negeri Sipil atau PPPK sangat bagus, karena tidak hanya itu meningkatkan kesejahteraan guru, upaya tersebut juga tentunya akan meningkatkan kualitas dan pemerataan Pendidikan di seluruh Indonesia dan meningkatkan jumlah minat sukarelawan tenaga pengajar.

             Minimnya kesejahteraan guru honorer telah menyebabkan konsentrasi guru honorer terpecah belah. Pertama seorang guru harus menambah ilmunya dengan cara terus memperbarui wawasan dan berinovasi dengan media, dan cara mengajarnya. Kedua seorang guru honorer dituntut memenuhi kesejahteraan ekonominya dengan melakukan usaha atau kegiatan seperti membuka usaha katering, bimbingan belajar, dan lain-lain. Sarason (dalam Kumalasari, 2012) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang - orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Di lingkungan sekolah, seorang guru diharapkan mendapat dukungan sosial baik dari atasan, teman, maupun keluarga. Apabila seorang guru mendapat dukungan sosial maka guru dapat menjalankan tugasnya dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Akan tetapi, apabila guru tidak memperoleh dukungan sosial, maka guru akan mengalami kebingungan dan merasa tidak mempunyai sandaran untuk apabila sedang menghadapi suatu masalah. Guru honorer tidak mendapatkan fasilitas yang sama dengan guru tetap lainnya. Selain itu masa depannya pun kurang jelas karena status kepegawaiannya. Guru honorer tidak mengetahui apakah akan diangkat menjadi guru tetap atau sebagai guru honorer selamanya.

              Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per-jam. . Gaji rata-rata guru honorer adalah Rp.500.000 sampai Rp.1.000.000 dan yang paling rendah adalah Rp.300.000 di daerah yang minim anggaran. Nominal tersebut tentunya berjumlah sangat jauh dari angka UMR minimal yang berlaku. Dengan penghasilan tersebut diakui sulit jika sudah berumah tangga dan menghidupi keluarga.

                Dengan pendapatan seperti itu, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari (Natsir,2007). Dengan gaji yang tidak layak, maka seorang guru honorer tidak dapat memenuhi kesejahteraan psikologisnya, oleh sebab itu seorang guru honorer membutuhkan dukungan sosial dari lingkungan sekitar, guru honorer yang sejahtera akan merasa puas dan lebih menikmati pekerjaannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun