Mohon tunggu...
Ryanda Adiguna
Ryanda Adiguna Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pernah jadi: - Paskibraka. - Pertukaran Pemuda. - Duta Wisata. - Penerima Beasiswa. - Pengajar Muda. "Menulislah, agar orang di masa yang akan datang tahu kalau kau pernah hidup di masa lalu"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tentang Karet, Kaya dan Miskin Masih Tipis Bedanya (Cerita dari Sei Gohong)

8 Februari 2011   10:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:47 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1297160723635843999

Indonesia adalah negara penghasil karet terbesar nomor 2 di dunia. Mungkin akan menjadi yang nomor 1. Saya yakin Pulau Kalimantan adalah salah satu penyumbang terbesar. Ratusan ton diantaranya berasal dari Sei Gohong, tempat saya tinggal. Mungkin ban mobil dan motor yang kita gunakan berasal dari tempat ini. Sei gohong adalah tempat transit karet dari daerah hulu sungai untuk diangkut menggunakan truck dan kemudian dibawa ke pabrik. Setelah 6 minggu saya disini, selama itu pula karet selalu datang dan pergi. Tempat transitnya tepat di depan rumah karena memang rumah saya ada di tepi sungai. Namun selama 2 minggu terakhir, karet tersebut selalu datang dan tak pernah habis. Katanya sedang terjadi panen besar dan harga karet juga sedang bagusnya. Selama itu pula terjadi persinggahan miliaran bahkan puluhan miliar uang disini. Persinggahan uang, bukan perputaran uang. Setelah tanya sana sini, harga karet saat ini sekitar 23 ribu per kilo. Dalam satu hari rata-rata minimal ada 20 truck yang mengangkut. Setiap truck bisa mengangkut sekitar 6-8 ton. Kalau 20 truck dikali 6 ton saja, berarti ada 120 ton atau 120ribu kilo. Dikali dengan harga karet yang 23 ribu per kilo,berarti ada uang yang singgah  sebesar 2.760.000.000 atau 2,76 miliar setiap hari. Itu kalau hanya 20 truck, pernah satu hari sampai 30 truck yang datang dan lebih banyak lagi saat hari libur. Sekali lagi, ini persinggahan uang, bukan perputaran uang. Karena masyarakat hanya menjadi buruh angkut. Cara kerjanya juga dibagi. Peraturannya, siapa saja boleh ikut mengangkat karet, kecuali PNS. Kemudian juga harus berdomisili di sei gohong minimal 3 bulan. Setiap truck yang akan diisi karet, diangkut oleh beberapa kelompok. Tiap kelompok ada 20-30 orang.  Normalnya, setiap orang dalam kelompok akan mendapat upah minimal 40 ribu. Tergantung berapa banyak karet yang diangkat. Kenapa persinggahan, karena dari sebanyak itu uang yang datang, hanya sedikit yang dinikmati masyarakat. Masyarakat hanya menjadi buruh angkut karet ke atas truck, tidak lebih. Upah yang mereka dapat memang lumayan. Tetapi jika dibandingkan dengan uang penjualan karet yang didapat, sepertinya tidak sebanding. Tidak terlalu memberi manfaat banyak. Tempat pengangkutan karet berjarak sekitar 2 km dari jalan besar. Sepanjang 2 km ini kondisi jalan tak bisa dikatakan bagus. Seperti jalan kampung pada umumnya, penuh lobang. Hampir setiap hari dilalui truck bermuatan duit, tapi tak sedikitpun  hasil duit-duit itu bisa digunakan untuk memperbaiki jalan. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah juga memperparah keadaan. Uang yang mereka dapat habis dengan sia-sia. Seperti kata pepatah, ada gula ada semut. Saat ada pengangkutan karet, saat itu pula banyak orang berdatangan ke sei gohong. Penjual makanan dan juga bandar judi. Ya, saat malam hari, datang bandar judi permainan judi tebak dadu. Banyak masyarakat yang ikut serta. Beberapa diantara mereka adalah buruh angkut karet. Di tempat lain, beberapa diantaranya menghabiskan uangnya dengan minum-minuman keras. Di dekat tempat pengangkutan karet, tepatnya di belakang rumahku, ada sebuah lapangan voli. Saat siang, lapangan itu jadi tempat pertandingan voli dan terkadang dengan menggunakan uang taruhan. Jumlahnya mulai dari kecil-kecilan. 5 ribu, 10ribu, 50 ribu hingga ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Intinya uang hasil karet yang didapat, habis dengan sia-sia. Memang tidak semua pengangkut karet karet menghabiskan upahnya dengan sia-sia, tetapi kebanyakan seperti itulah keadaannya. Kemiskinan seringkali menjadi masalah, namun saat ada uang, terkadang juga jadi masalah. Jadi kesejahteraan tidak hanya diukur dengan memiliki uang, tetapi juga harus adanya pemahaman dan pendidikan tentang bagaimana memanfaatkan uang. Setuju?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun