Mohon tunggu...
Radief Ramadhana Fahmi Elmana
Radief Ramadhana Fahmi Elmana Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

CEO and Content Creator of At-Tarbiyah Media, a writer at Kompasiana and an observer and enthusiast of politics, law, social issues, and JKT48

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Budaya WFH: Malas, Manja, atau Mengurangi Polusi?

4 Januari 2023   22:03 Diperbarui: 4 Januari 2023   22:09 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas Bekerja Di Kantor (Sumber Gambar: WowKeren)

Baru-baru ini saya membaca sebuah petisi untuk mengembalikan kebijakan WFH pasca penghapusan sistem PPKM pada 30 Desember 2022 lalu, petisi tersebut kabarnya sudah mencapai 12 ribu penanda tangan. 

Petisi itu diinisiasi oleh Riwaty Sidabutar. Menurutnya, ia mengaku stress bahkan tidak senang jika ia harus kembali bekerja di kantor. Menurut pandangannya, bekerja di kantor belum tentu meningkatkan produktifitas dirinya dan pegawai kantoran pada umumnya. 

Ia beralasan, negara Belanda sudah menerapkan sistem WFH dan juga WFO bahkan sebelum wabah Covid menyerang. Ia juga meminta agar sistem pilihan WFH atau WFO itu diterapkan di Indonesia. 

Menurut saya, sebagai seorang pencari kerja karena sudah hampir 2,5 Tahun menganggur akibat wabah kebijakan WFH ini sangat tidak ideal diterapkan secara terus menerus di Indonesia

Alasannya, kebijakan WFH adalah kebijakan 'gagal move on' sebab, dikebanyakan negara pasca-Pandemi yang sudah berlangsung selama 3 Tahun ini sudah banyak yang menyuarakan agar mereka kembali bekerja di Kantor. 

Alasannya, dengan bekerja di kantor maka spirit mereka untuk keluar rumah semakin tinggi dan kita akan lebih banyak bergerak aktif diluar sana. 

Sebagian dari mereka menganggap bahwa dengan bekerja dirumah mereka tidak fokus bekerja karena ada anak mereka yang masih kecil dan tidak ada yang mengasuhnya. 

Apalagi jika anak kecilnya itu sangat hiperaktif, maka bisa saja orangtuanya tidak fokus bekerja bahkan ia bisa saja ditegur atasannya karena ketidak fokusannya akibat tingkah anaknya itu. 

Karena itu, petisi yang dibuat ini hanya diperuntukkan bagi kaum yang lemah dan malas. Niatnya mungkin hanya mengurangi kemacetan dan polusi tetapi sebenarnya memang dia yang malas, ataupun mentalnya yang lemah

Memang, kebijakan WFH sendiri beru diterapkan sejak wabah Covid melanda di Indonesia. Suka tidak suka para pekerja baik itu pegawai swasta, BUMN ataupun ASN harus mengikutinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun