1. Satu akar Austronesia
Bahasa Melayu adalah lingua franca sejak era Kesultanan Melaka (abad ke-14). Bahasa Indonesia kemudian dibakukan dari dialek Riau–Jambi, sedangkan Bahasa Melayu standar berkembang di Semenanjung Malaysia, Brunei, dan Singapura
2. Tingkat kesalingpahaman tinggi
Sekitar 80–90 % kosakata serumpun, menjadikan kedua bahasa saling dimengerti dalam pembicaraan harian atau teks formal
Perbedaan Utama dan Dampaknya
1. Fonologi & Pelafalan
Vokal: Bahasa Indonesia cenderung vampor vokalnya tegas (anak – anak), sedangkan Bahasa Melayu lebih “lembut” dan ada kecenderungan penyesuaian (untuk → “untok”) .
Intonasi: Melayu lebih naik-datar (contoh: "kenapa" → "kenape") ling-
Indonesia banyak menyerap dari Belanda (~10.000 kata), termasuk kantor, universitas, ekspor
Malaysia lebih banyak dipengaruhi Inggris dan Arab, misalnya pejabat, universiti, maklumat .
3. False Friends
Kata serupa tapi beda arti:
Boleh: “may / allowed” (ID), “can” (MY)
Bisa: “can” (ID), “poison” (MY)
Budak: “slave” (ID), “anak kecil” (MY)
Kereta: “kereta api” (ID), “mobil” (MY)
Data Lapangan dan Realita Sosial
Dari The Jakarta Post:
Soenjono Dardjowidjojo menyebut bahwa meski dulunya mutual intelligibility tinggi, kini mulai menurun karena perbedaan fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakataHasil survei mahasiswa internasional:
Mahasiswa Indonesia di Malaysia sering mengalami kebingungan saat mendengar kata sejuk—di Malaysia berarti dingin sedangkan di Indonesia bisa berarti “segar” atau “angin”Dari Reddit:
“Many Malay speakers can understand Indonesian, but many Indonesians struggle with Malay because English loanwords di Malay lebih banyak, dan Melayu terdengar ‘old‑fashioned’”
Kenapa Sering “Cemoohan”?
Perbedaan identitas nasional
Bahasa dihubungkan dengan kebanggaan nasional. Banyak orang merasa bahasanya “lebih benar” atau lebih unggul.Medan perbandingan populer
Media sosial & hiburan sering menyoroti perbedaan lucu: “Budak” jadi topik trolling, “sejuk vs dingin” dibahas seolah budaya unik mereka .Kurangnya pemahaman sejati
Meski paham kata dasar, banyak yang tak sadar false friends dan perbedaan fonetik sehingga kesal atau terasa aneh.
Solusi Bersahabat
Edukasi lintas-perbatasan
Kerja sama melalui MABBIM untuk menyelaraskan kosakata & pelatihan media, pendidikan, penerjemahanPenerimaan budaya bahasa
Mengedepankan apresiasi sambil tertawa jika ada miskom, bukan mempermalukan.Terus bersosialisasi
Terlibat dalam interaksi langsung—melalui pertukaran pelajar, media, film, musik—untuk memperkaya dan mengurangi kesalahpahaman.
Kesimpulan Ringkas
Intinya, Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia adalah saudara dekat yang cuma tampil beda gaya dan aksen. Cemoohan muncul karena perspektif sempit dan perbedaan kosakata, tapi dengan pemahaman dan interaksi hangat, kita bisa saling menghormati dan bahkan belajar satu sama lain.
Kalau kamu mau, kita bisa lanjut bahas contoh false friends lucu, strategi belajar kedua bahasa, atau rekomendasi film/lagu yang menampilkan perpaduannya. Supaya makin asyik dan paham!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!