Mohon tunggu...
Adhi Rachdian
Adhi Rachdian Mohon Tunggu... Wiraswasta - Orang biasa-biasa saja yang tak biasa dan luar biasa

#ITGeek #photopreneur #technopreneur #iot #droneacademy #drones Twitter: @adhirachdian Prefessional Network => http://id.linkedin.com/in/rachdian Fresh Mobile Online Notes of Rachdian => http://rachdian.wordpress.com Microblog of Adhi Rachdian => http://rachdian.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"nDesoKrasi" dan Konsep Manajemen Organisasi Berbasis Kearifan Lokal

18 Maret 2021   17:17 Diperbarui: 19 Maret 2021   23:32 1070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Socio-Cracy VS Agile & Lean

Assalamu alaikum wrwb, bismillahirrahmanirrahim...

Manusia Indonesia itu sering dibilang manusia latah, bukan karena kelatahannya yang sering meniru-niru konsep orang lain.  Tidak masalah sebetulnya karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang seperti makhluk lain meniru orang lain, sejak dilahirkan meniru orang tuanya berjalan, berbicara dan lain-lain.

Menjadi sesuatu yang harus kita kritisi adalah ketika kita mengagung-agungkan konsep orang lain yang dari luar sana dan akan diterapkan di Indonesia dengan segala macam aneka-rupa kondisi yang ada.

Ketika konsep sociocracy dan kemudian holacracy mulai dipelajari kemudian diterapkan bahkan dikembangkan di Indonesia oleh
sekelompok orang, hal ini kemudian ingin menunjukan bahwa sistem ini adalah yang paling hebat, yang paling ginuin dstnya sementara orang lain masih terperangah dan takjub dengan istilah, makhluk apa lagi ini. Orang Indonesia memang sangat mudah takjub apalagi kalau ide, konsep, produk berasal dari luar negeri. Tidah hanya itu lulusan luar negeri bahkan dianggap sudah pasti lebih baik dan canggih dari aspek pengalaman maupun pengetahuannya.

Beberapa kerabat (saudara dekat dan teman) yang lama tinggal di luarnegeri ketika kemudian mendapat kesempatan bekerja di Indonesia seakan sudah yang (sok) paling tahu dengan konsep dan teori-teori yang ada. 

Ada contoh rekan yang paling hebat dengan ilmunya tentang manajemen bencana yang diperolehnya ketika kuliah di Jepang dan ketika akan diterapkan di Indonesia dengan segala konstrain yang ada tidak bisa diterapkan bukan hanya sekedar masalah teknis tetapi juga yang lebih dominan, rekayasa sosial dengan segala macam kejelimetannya. 

Contoh lain kerabat yang tinggal diluar negeri menjadi pengritik paling hebat mulai dari kenapa orang Indonesia membuat sampah sembarangan, seharusnya begini, begitu dan sterusnya yang ketika saatnya berada di Indonesia tak bisa berbuat banyak, tak bisa menjadi teladan, dalam pergaulanpun tak diterima.

Bukan untuk men-generalisir, banyak juga diaspora-diaspora ini yang belajar bukan hanya dengan menggunakan kacamata kuda, mereka juga belajar hal lain yang bukan sekedar kompetensi teknis sesuai ilmu dan bidang yang mereka pelajari diluar negeri sana. Tipe yang seperti ini biasanya menjadi orang yang sangat berkualitas tidak hanya “hard skill” tetapi juga “soft skill”nya, kearifan mereka ditambah dengan pengetahuannya yang tentu saja dapat membandingkan dengan pengalaman-pengalaman global yang mereka rasakan.

Sementara itu, SDM di Indonesia tak kalah unggul, Pemuda-pemuda berbakat di Indonesia banyak melahirkan kreatifitas-kreatifitas kelas dunia walaupun sebetulnya mereka tak pernah mengenyam pendidikan diluarnegeri.

Dalam tulisan ini yang ingin Penulis sampaikan adalah bukan tentang pendidikan yang didapat berasal dari dalam ataupun luar negeri tetapi lebih kepada mental kita kebanyakan yang masih mental rakyat terjajah, mengagungkan luar negeri selalu lebih baik. Lihat saja sikap kebanyakan orang kita ketika melihat bule, akan berbeda perlakuannya dengan orang lokal.

Kambali ke konsep manajemen Organisasi dimana saat ini diangkat seolah-olah Holacracy adalah yang paling baik dijalankan. Didalam hiruk-pikuk pilketum IA ITB periode 2021-2025, konsep ini seakan menjadi Pahlawan penyelamat, cara Manajemen Organisasi yang “old fashion” dianggap terlalu kampungan dan tidak bisa berkembang dimana para anggota muda (milenial) takan bisa berkiprah. Mereka-mereka yang muda dan Kreatif akan terhambat dan tak bisa berkontribusi dalam organisasi ini. 

Atas nama modernisasi, sistem ini menjadi konsep paling ampuh untuk diterapkan di organisasi-organisasi (tua) yang ada di Indonesia. Konsep ini kalau perlu dilakukan dengan radikal tanpa perlu kesinambungan, tak perlu melihat sejarah, tak perlu melihat generasi sebelumnya bahkan kalau perlu potong generasi karena memang Organisasi selama ini tak memberikan kontribusi apa-apa.

Di satu sisi kita mengenal istilah yang semoga tidak hanya slogan, kearifan lokal yang bahasa kerennya “local wisdom”. Ketika ramai isitilah ini diperkenalkan, eforia itupun muncul, istilah barupun lahir entah itu mengangkat tema pembangunan berbasis kearifan lokal dan seterusnya  yang dihubungkan dengan kearifan lokal. Eforia itu muncul hanya sebatas jargon tanpa paham dengan esensi didalamnya.

Mereka lupa ketika barbicara kearifan lokal, Indonesia telah mempunya sejarah panjang yang teruji dimana sistem gotong-royong hingga sistem Pemerintah desa sudah terbukti dan teruji dalam tatanan Manajemen berbasiskan Masyarakat.

Oleh karenanya kenapa kita justeru bukan membuat konsep yang justeru sangat memperhatikan kearifan lokal itu tadi, nDeso-Krasi, krasi dari bahasa yunani yang sebaiknya kita cari istilah serapan lain yang lebih membumi di Indonesia (misalnya dr Bahasa sansekerta atau jawa/sunda/bali/dll kuno).

Jadi nDesoKrasi adalah sistem organisai modern berbasis ndeso (kearifan lokal) yang didalam sistemnya sangat kental azas mufakat yang sangat sesuai dengan bangsa Indnesia yang menganut azas pancasila, sistem Manajemen yang tidak hirarkis tetapi guyub dan seterusnya-seterusnya.

Lalu anda memaksakan “HaluCrazy” entah apa yang terjadi di Indonesia ini, sesuatu hal yang “halusinasi” atau kejadian yang justeru akan merusak sendi-sendi kehidupan di Indonesia yang sangat mendasar, dan anda berperan didalamnya.

Betul apa yang disampaikan tokoh alumni ITB, yang Membangun dan memgembangkan Indonesia itu diantaranya adalah alumni ITB, tetapi yang menghancurkannyapun diantaranya alumni ITB juga. Holacracy mungkin pas diterapkan didalam manajemen organisasi perusahaan tetapi ketika akan dipaksakan diterapkan dalam sebuah paguyuban yang sangat varian baik kepentingan dan karakter anggotanya apakah ini menjadi sebuah Proyek percobaan yang istilahnya anak-anak sekarang adalah ngeprank.

Akhir kata Penulis tanya bisa bertanya, tegakah anda sebagai alumni ITB yang terhormat dan memiliki kebanggaannya terutama sebagai alumni muda melakukan “Social Experiment” alias ngePrank terhadap organisasi alumninya yang sudah berdiri dan berjalan ber-tahun2?
Silahkan dijawab dan direnungkan dalam hati.

18 Maret 2021

Demi Tuhan Bangsa dan Almamater

Wass,

Adhi Rachdian
Wakil Ketua IA ITB Jawa Barat 2016-2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun