Mohon tunggu...
HENDRA WIJAYA
HENDRA WIJAYA Mohon Tunggu... Penulis - NICE DAY

Mengajar di Tangerang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadiah untuk yang Pergi

7 September 2017   12:37 Diperbarui: 15 September 2017   09:54 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Oleh : Hendra Wijaya

Rabu, 6 September 2017

Pada  jam istirahat pertama (10.00 WIB ), ruang guru serasa di pasar modern. Beberapa guru sudah mengeluarkan dan membuka paksa bekal logistiknya dari kantong pelastik kresek warna hitam berukuran sedang. Bungkusan plastik berisi nasi, lauk pauk, buah, menggunduk diatas meja meja mereka, siap di bedah dan di santap. Beberapa guru lain hilir mudik ke bagian dapur mengambil sesuatu yang dibutuhkan untuk menopang logistik mereka: air minum, piring, sendok, kopi bahkan ada yang mengambil sesuatu yang dingin dari kulkas. 

Beberapa guru lain asik dengan gadget. Ada pula yang  fokus  dengan laptopnya seolah yang lain tak ada. Beberapa guru di bagian tengah  ruang guru terlihat seperti sedang rapat terbatas, saling berhadapan membentuk lingkaran tak beraturan, duduk di masing masing posisinya sambil menyantap makanan ringan atau berat.  Kadang terdengar samar suara teriakan kecil, tawa, atau mungkin kalo tak salah dengar ada semacam orasi singkat dari peserta rapat terbatas itu, tapi itu tak jelas, samar. Hanya terdengar suara riuh rendah atau semacam  kebisingan kecil yang tidak dipahami apa sesungguhnya yang dibicarakan.

"bapa ibu,mohon perhatiannya sebentar..!" terdengar suara ibu Musdallifa, Koordinator Kegiatan Sosial sekolah,  yang terlihat maju ke depan, berdiri di hadapan para guru. Tak mudah untuk menghentikan keasikan para guru yang sedang asik 'rapat terbatas'. Beberapa kali  Hj. Musdalifa mengulang permintaannya, suasana tak kunjung reda. Setelah beberapa guru lain ikut berteriak,meminta semuanya tenang dulu, barulah suasana ruang guru agak tenang. "Bapa ibu, sekali lagi mohon perhatiannya, biar tidak menimbulkan su'uzon diantara kita, karena saya mendengar sendiri banyak yang menanyakan hal ini, maka saya akan melaporkan perihal dana untuk pemberian atau kenang-kenangan untuk teman-teman kita yang akan berpindah tugas, berhenti dan pensiun. Bapa ibu, Sampai hari ini jumlah dana yang terkumpul sudah lebih dari 30 juta rupiah. 

Uang tersebut berasal dari sekolah memberikan 13 juta, dari guru 9 juta, dari siswa 9 juta rupiah. Rencananya dana tersebut akan diberikan kepada 5 teman kita:  Pa Partahi, kepala sekolah kita yang akan berpindah tugas, Bu Dinda dan  Bu Ayu  yang juga berpindah tugas, Pa Sodikin yang Pensiun dan Bu Hamanah yang berhenti ".  "wih..banyak juga ya..30 juta lebih euy..!"  teriak bu Irna sambil senyum-senyum kecil. "pembagiannya gimana bu ...!" tanya Bu Neni, seolah tak sabar. " ya..untuk pembagiannya,  kami menganggarkan untuk  kepala sekolah sekitar 10 juta an,  untuk Bu Dinda dan Bu Ayu masing-masing 5 juta rupiah, untuk Pa Sodikin 3 Juta dan untuk Bu Siti Hamanah 2 juta rupiah. Sisanya untuk acara lepas sambut/perpisahan dan makan-makan". Jelas bu Musdallifah. "Bu Musadallifah  maaf..saya dengar dari teman teman, katanya uang uang yang akan diberikan itu akan di ganti barang  yang senilai ya.. betul gak...!" tanya bu Rianti, tak sabar. " ya..bu..kami menanyakan kepada mereka, beberapa diantaranya ingin di tukar barang saja yang senilai. Pa Partahi ingin diganti dengan Laptop yang senilai dengan uangnya, Bu Dinda dan Bu Ayu ingin diganti dengan emas 24 karat seberat 10 gram  ".  

Ruang guru mendadak riuh. Sepertinya banyak guru yang tidak setuju dengan penjelasan Bu Musdallifa. "Bu Musdallifah...itu mereka yang minta ?" tanya bu Ratna, heran. Bu Musdallifah hanya mengangguk. " Bu Musdallifah....menurut saya...kenapa Pa Sodikin Cuma 3 juta...beliau itu kan guru disini sejak sekolah ini mulai berdiri, beliau paling lama mengabdi di sekolah ini, Dia berhenti karena pensiun, bukankah Dia yang harus kita kasih lebih besar dari yang lain?" tanya Bu Daswiyah sambil berdiri. Ruang guru kembali riuh. "iya bu Musdallifah..saya kalo pembagiannya seperti itu, saya tidak ikhlas atas pemberian saya...!" teriak Bu Yanse,  kedua bola matanya nampak berkaca-kaca. Ruang guru semakin riuh.  

Beberapa siswa yang mencoba masuk ke ruang guru di 'usir' keluar. "Bu..Musdallifah...Kalo menurut saya pemberian untuk Bu Dinda dan Bu Ayu Serta Pa Sodikin di samain aja...!". usul Bu Ardianti. " Baiklah bapa ibu...saya ikut  keputusan bersama: Pa Sodikin mendapat pemberian yang nilainya sama dengan Bu Dinda dan Bu Ayu...!". kata Bu Musdallifah, Menutup rapat yang Ia buka sendiri. Usai 'rapat', di beberapa sudut  Ruang guru masih terdengar riuh rendah  obrolan para guru yang masih membahas soal  hadiah  'gono gini' bagi  lima guru yang akan 'pergi' meninggalkan kami. Disudut lain, sambil ngopi dan menikmati makanan 'camilan',  Pa Agus dan Pa Martani  juga tak kalah seru membahas soal itu.

"Pa Mar..Biasanya kalo orang tua kita 'pergi' meninggalkan dunia (wafat), sedikit banyak mereka meninggalkan warisan bagi keluarganya yang ditinggalkan ya... walau Warisannya bisa dalam bentuk hutang atau harta-benda yang dibagikannya sesuai  aturan syar'i,adat atau kesepakatan!" kata Pa  Agus pada  Pa Martani yang posisi meja kerjanya saling berdampingan. 

Sejak awal 'rapat' membahas 'hadiah  gono gini' tadi, Pa Martani asik fokus dengan laptopnya  seolah tak  mau tau. Tapi Pa Agus meyakini dia sebenarnya mendengar semua pembicaraan 'rapat' tadi, karena walau matanya banyak fokus ke laptopnya, namun senyum kecilnya tak bisa membohongi Pa Agus, bahwa kuping diapun mendengar semua pembicaraan 'rapat'. 

" Nah...itu dia pa..bedanya, kalau kita 'pergi' meninaggalkan  tempat kerja kita yang selama bertahun tahun mengabdi  karena alasan mendapat  tugas baru di tempat lain atau mendapat jabatan baru di tempat lain  atau bahkan pensiun,  justru terkadang kita malah mendapat 'warisan' atau hadiah atau tanda terimakasih atau kenang-kenangan atau pesangon dari management lembaga dimana tempat kerja kita...he..he..!"   kata Pa Martani, yang tiba-tiba dengan penuh semangat berpaling ke arahku. " ha..ha..ya..memang berbeda ya...pergi meninggalkan dunia (wafat) dan 'pergi' meninggalkan tempat kerja kita...!" timpal Pa Agus,sambil terkekeh. Bell  tanda masuk setelah istirahat pertama berbunyi dua kali. Berangsur-angsur ruang guru kembali sepi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun