Mohon tunggu...
Rasinah Abdul Igit
Rasinah Abdul Igit Mohon Tunggu... Lainnya - Mengalir...

Tinggal di Lombok NTB, pulau paling indah di dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Narasi Kengerian di Bulan Gusdur

21 Desember 2018   17:01 Diperbarui: 21 Desember 2018   17:23 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan peziarah saat berdo'a di depan makam KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) di Jombang Jawa Timur (Dok.Pribadi)

Ini bulan Desember. Ada lagu tentang Desember ceria. Di bulan ceria ini, tepatnya tanggal 30 Desember 2009, salah satu bapak bangsa, KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur), wafat. Bagi para pecinta Gusdur, Desember adalah bulan tempat mereka mengenang, mengapresiasi dan merefleksikan seluruh pikiran dan tindakan Gusdur. 

Ia adalah tokoh komplit yang dicintai semua orang oleh karena kiprahnya memanusiakan manusia. Ya. Desember ceria, Desember rileks, Desember lucu, sebab demikianlah Gusdur memandang hidup, lucu, lugas, tapi sarat makna. 

Bukankah manusia ini lahir dari proses kesenangan, keseruan bercampur kelucuan? Itu berarti Tuhan ingin menegaskan bahwa manusia diutus sebagai khalifah di bumi dengan cara2 yang rileks namun mengena. Dengan senyum tapi tegas. Dengan lucu tapi penuh filosofis. Hehehe..

Saya bayangkan Gusdur masih hidup, lalu pada suatu saat ketemu Bahar Bin Smith, penceramah yang tengah naik daun akibat suka mencaci dan terakhir karena mukul anak. Gusdur menjenguk Bahar di penjara. "Har, emang doa ente makbul. Ente pernah bilang lebih baik busuk di penjara. Nah, sekarang udah dikabulkan. Tuhan sayang sama ente, Har," katanya.

Tapi kasus Bahar ini memang tidak bisa dianggap enteng. Bahar adalah bagian dari fenomena kekinian, gejala politik (Islam) identitas yang justru bertentangan dengan prinsip2 dasar bernegara sebagaimana aturan Islam. Jangan mengira Bahar berceramah tentang Jokowi banci hanya celetukan biasa. 

Narasi gerakan politik Islam di belahan dunia manapun ya begitu. Ada objek (pemerintah), ada landasan (ayat-ayat yang dimodifikasi sedemikian rupa menjadi pesan kebencian), lalu terakhir ada ajakan yang berkonsekwensi (yang mau dapat pahala, yang tidak mau dapat dosa). Bahar adalah bagian dari aktor itu. Itu sebabnya kepala saya pening saat orang melabelinya ulama. Tidak! Dia penceramah! Dia agitator! Lebih mungkin lagi, dia demagog!

Demagog adalah mereka yang kesana kemari kerjaannya menghasut. Mereka mencederai prinsip dasar kemanusiaan bahwa orang bisa baik bisa juga buruk. Maksudnya? Ada narasi pemalaikatan dan pengiblisan. Ada orang atau kelompok yang diibliskan selamanya. Pokoknya dia pada posisi salah selamanya. Tidak ada benarnya. Pokoknya iblis dah. 

Sebaliknya, ada yang dimalaikatkan selamanya. Pokoknya malaikat. Dia kencing di kepala orang aja nggak apa-apa, wong dia keturunan nabi. Nah, demagog punya peran membuat klasifikasi abadi ini supaya arena pertentangan akan terus ada, supaya pundi keuntungan dari praktek pertentangan terus mengalir. Nggak ada istilah saling menasihati dengan baik, lalu yang dinasihati menerima nasihat karena yang menasihati bicaranya baik.

Bahar, namanya seindah nama Anisa Bahar, si cantik pemilik goyang bergaji. Saya juga kalau ketemu dia akan bilang beberapa hal. Mungkin saya akan singgung soal patsun iblisisasi dan malaikatisasi itu. La, ada guru-guru saya yang secara sadar mendukung Jokowi, mereka diplot jadi iblis dong. Tega benar kau Har.

Kalau ketemu sama Bahar, saya juga akan berbagi kisah yang pernah ditulis Jalaluddin Rumi dalam kitabnya yang mashur, Matsnawi. Tentang seorang perempuan Yahudi yang galau memikirkan anak perempuannya yang sedang tertarik dengan Islam. Berbagai cara ia lakukan agar anaknya tidak masuk agama lain. Ia hampir putus asa. Suatu saat si anak ini mendengar suara azan dari salah satu masjid. 

Suara muazzin jelek sekali. Meski jelek, dia saja yang maju jadi muazzin. Suara azan yang jelek membuat si anak berubah pikiran. Ia tidak mau lagi mendalami Islam. Aha... Sang ibu senang sekali. Ia riang sekali. Pada suatu hari ia datangi si Muazzin itu. Ia bawa permen dan hadiah lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun