Mohon tunggu...
Rasinah Abdul Igit
Rasinah Abdul Igit Mohon Tunggu... Lainnya - Mengalir...

Tinggal di Lombok NTB, pulau paling indah di dunia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Film "Hujan Bulan Juni", Penyair Salon dan Anak Muda

5 November 2017   08:37 Diperbarui: 5 November 2017   08:49 3524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: hiburan.metrotvnews.com

 

Angin dari bukit masuk lewat jendela matamu

Sehabis mengemas warna dan aroma bunga di terjal perbukitan sana

Di tulisan ini saya tidak fokus ke plus minus film ini. Saya fokus mengapresiasi kehebatan seorang Sapardi yang sampai umur senjanya saat ini masih dominan di jagat sastra tanah air. Puisinya dibaca dimana-mana. Buku-bukunya dicetak ulang berkali-kali. Penggemarnya lintas generasi, dari yang seumuran dengannya hingga anak-anak SMP. Saya sendiri pembaca karya-karya Sapardi sejak lama.

Apa yang membuat Sapardi, tetap punya nama meski di era milenial kini sekalipun? Selain kegeniusan plus konsistensi, tentu ada yang lain menurut saya. Selain sebagai seorang penyair, Sapardi adalah seorang pendidik. Ia, sebatas pengetahuan saya, tidak sekedar berasyik ria membuat sajak, lalu menerbitkannya, lalu mendapat honor yang besar dari itu. Ia punya tanggung jawab membumikan sastra di tengah-tengah masyarakat. Ini berlaku posisinya sebagai seorang pendidik.

Karena itu Sapardi selalu tahu cara merasuk ke jiwa pembacanya yang lintas generasi itu. Ia selalu menggugah. Sapardi pernah menegaskan bahwa interpretasi sebuah puisi mutlak hak milik pembaca. Pembaca bebas menafsirkan sajak sesuai dengan kondisi hati dan lingkungan pembaca itu sendiri. Setelah puisi diciptakan oleh sang pengarang, karya sastra tersebut adalah milik pembaca. Kadang Sapardi menjelma menjadi kyai yang mengetengahkan pesan-pesan perenungan dari Tuhan. Kadang Sapardi juga menjadi makcomblang seorang gadis yang lagi kesengsem sama seorang lelaki.

Bagaimana mendekatkan sastra ke anak-anak muda? Sapardi lah contoh yang hebat itu. Dia mendekatkan diri ke anak-anak muda berdasarkan bahasa dan tombol pemantik mereka. Sapardi tidak jaim, apalagi ke anak muda. Coba lihat. Meski sudah tua, wajahnya romantis. Sapardi bukan "penyair salon yang hanya bisa bicara anggur dan rembulan".

Anggur dan dan rembulan adalah caranya agar anak-anak muda mencintai kata sejak dini. Silahkan tanya siapapun. Rata-rata mereka mengenal puisi atau karya sastra lain mula-mula lewat kata-kata cinta, asmara, dan sejenisnya. Ini semacam tingkatan dalam pembelajaran agama. Mula-mula orang belajar syari'at, hal-hal lahiriyah. Setelah matang, mereka beranjak menuju tariqat, hakikat, lalu puncaknya makrifat. Remaja-remaji awalnya menikmati puisi gombal bin Baper. Habis itu mereka dengan pelan dan pasti beranjak ke tahap selanjutnya, menjadikan karya sastra sebagai ruang kesadaran, pelita perubahan dan tujuan-tujuan agung yang lainnya.

Siapa yang mengikuti jejak Sapardi? Banyak. Untuk ukuran generasi sekarang, sebut saja AAN Mansyur, panyair asal Makassar. Puisi-puisinya populer di film Ada Apa Dengan Cinta 2 yang dibintangi oleh Dian Sastro dan Nicholas Saputra. Mereka inilah yang membuat sastra tetap hidup di masa milenial ini.

Salam...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun