Mohon tunggu...
qyla virginie azzahrah
qyla virginie azzahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gen Z Harus Tahu: KEK Bukan Sekadar Kurus, Tapi Alarm Kesehatan

24 September 2025   09:00 Diperbarui: 24 September 2025   09:00 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Remaja kekurangan energi kronis | Sumber: timesindonesia.co.id

Di tengah derasnya arus media sosial dan standar kecantikan yang sering mengidealkan tubuh langsing, istilah Kurang Energi Kronik (KEK) kerap dipahami secara keliru. Banyak generasi Z yang menganggap tubuh kurus identik dengan sehat atau ideal, padahal kenyataannya KEK merupakan sebuah kondisi medis serius yang menandakan adanya masalah dalam pemenuhan gizi jangka panjang. Dengan kata lain, kurus tidak selalu berarti sehat, melainkan bisa menjadi alarm kesehatan yang berbahaya.

Gambaran Prevalensi KEK

Data yang ada menunjukkan bahwa permasalahan KEK masih cukup tinggi di Indonesia. Survei Global School-Based Student Health Survey (GSHS) tahun 2015 mencatat bahwa prevalensi remaja sekolah yang mengalami underweight mencapai 39,3% dari total 7.643 responden. UNICEF juga melaporkan bahwa sekitar 9% remaja usia 13--15 tahun serta 8% remaja usia 16--18 tahun mengalami underweight atau thinness, yang berarti masalah gizi ini masih cukup signifikan di kalangan generasi muda Indonesia. Bahkan menurut Global Nutrition Report, prevalensi orang dewasa dengan indeks massa tubuh (IMT) kurang dari 18,5 di Indonesia tetap tinggi, meskipun perhatian publik lebih sering tertuju pada obesitas.

Risiko Kesehatan Akibat KEK

Dampak KEK tidak bisa dianggap sepele. Penelitian di Korea menunjukkan bahwa individu dengan berat badan di bawah normal memiliki risiko patah tulang panggul hampir tiga kali lipat dibandingkan individu dengan berat badan normal. Studi longitudinal lainnya membuktikan bahwa perempuan yang terus berada dalam kategori underweight dari masa remaja hingga dewasa memiliki risiko osteoporosis lebih dari dua kali lipat dibanding kelompok dengan berat badan normal. Pada laki-laki, risikonya bahkan lebih besar.

Selain itu, KEK juga berdampak pada sistem kekebalan tubuh. Kekurangan protein dan mikronutrien penting seperti zat besi, zinc, dan vitamin A dapat melemahkan daya tahan tubuh, membuat individu lebih mudah terkena infeksi serta memperlambat proses penyembuhan luka. Pada perempuan, underweight sering kali menyebabkan menstruasi tidak teratur atau amenore yang berdampak pada kesuburan. Jika perempuan underweight hamil, risiko bayi lahir prematur dan berat lahir rendah meningkat secara signifikan.

Dimensi Psikologis dan Sosial

Dampak KEK tidak hanya terbatas pada fisik, tetapi juga pada psikologis. Generasi Z yang hidup di era media sosial sangat rentan terhadap tekanan citra tubuh ideal. Tren "kurus itu cantik" atau "slim is healthy" sering mendorong mereka melakukan diet ekstrem, melewatkan makan, atau berolahraga berlebihan tanpa memperhatikan kebutuhan gizi. Kondisi ini dapat memperburuk risiko KEK sekaligus meningkatkan kerentanan terhadap stres, gangguan makan, hingga masalah kesehatan mental. Laporan terbaru mengenai kondisi Gen Z di Indonesia menegaskan bahwa isu kesehatan mental merupakan salah satu perhatian terbesar generasi ini, di mana citra tubuh menjadi salah satu faktor pemicu yang kuat.

Beban Ganda: KEK dan Obesitas

Fenomena KEK di Indonesia semakin kompleks karena terjadi bersamaan dengan meningkatnya prevalensi obesitas. Hal ini dikenal sebagai beban ganda masalah gizi. Pada orang dewasa muda usia 18--29 tahun, sekitar 20% masih mengalami underweight, sementara pada kelompok usia lain obesitas dan overweight bisa mencapai 40--50%. Sayangnya, fokus kebijakan dan perhatian publik lebih banyak diarahkan pada obesitas, sehingga KEK sering kali terabaikan. Padahal, keduanya sama-sama menimbulkan konsekuensi serius bagi kesehatan masyarakat.

Kritik terhadap Persepsi Gen Z

Kondisi ini memperlihatkan adanya miskonsepsi besar. Generasi Z kerap menyamakan kurus dengan sehat, padahal tubuh yang kekurangan energi kronis justru berisiko tinggi terhadap berbagai penyakit kronis. Praktik diet tanpa pengawasan medis, gaya hidup yang tidak seimbang, serta pengaruh media sosial yang membentuk standar tubuh tidak realistis membuat masalah ini semakin berbahaya. Selain itu, faktor struktural seperti keterbatasan ekonomi, akses terhadap pangan bergizi, dan layanan kesehatan juga berperan dalam tingginya angka KEK.

KEK bukan sekadar masalah estetika, melainkan sebuah alarm kesehatan yang serius. Generasi Z perlu memahami bahwa berat badan ideal tidak hanya berarti kurus, melainkan tubuh yang sehat dengan asupan gizi seimbang dan kondisi fisik serta mental yang baik. Bagi pembuat kebijakan, perlu adanya penguatan program edukasi gizi remaja, akses pangan bergizi yang lebih merata, serta kampanye publik untuk melawan standar tubuh yang keliru. Hanya dengan cara itu, masalah KEK dapat diatasi bersamaan dengan tantangan obesitas, sehingga generasi muda Indonesia dapat tumbuh dengan sehat, produktif, dan berdaya saing.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun