Indramayu -- Suasana haru menyelimuti Blok Karanganyar, RT 002 RW 004, Desa Jatimunggul, Kecamatan Trisi, Kabupaten Indramayu, Rabu pagi (2/7/2025). Dicky Anangga (43), pria asal Mojokerto yang baru saja pindah dari Jepara bersama keluarganya, mendadak ambruk dan meninggal dunia di depan rumah barunya.
Kejadian bermula ketika Dicky, dibantu Pakde Priyanto -- kerabat asal Bapangan, Jepara -- sedang membuat jemuran dari kayu. Sekitar pukul 07.30 WIB, Dicky mengeluhkan pusing dan tiba-tiba jatuh dari bangku merah yang didudukinya.
"Daaa... Idaa," ujar Pakde Priyanto memanggil istri Dicky, Ida Widayah. Namun, respons Ida mengejutkan. "Yahh, jangan bikin malu ah," ucapnya sambil masuk rumah, mengira suaminya hanya sekadar pingsan seperti biasa.
Namun suasana berubah tegang saat Pakde Priyanto memegang pergelangan tangan Dicky. "Loh kok gak ada denyut nadinya," ujarnya cemas. Dicky Anangga telah tiada. Tangis Ida dan ketiga anaknya pecah, menyaksikan kepala keluarga mereka meninggal dunia hanya dua hari setelah pindahan.
Kabar Duka dan Kedatangan Keluarga Besar
Jenazah Dicky dikebumikan pada pukul 12.30 WIB. Kabar duka menyebar cepat. Keluarga dari Depok, termasuk Lek Yono dan istrinya Yati, serta Taufiqurrochman bersama istri Elisa Fitriana -- adik kandung Dicky -- langsung menuju Indramayu untuk takziah. Mereka tiba di lokasi pada sore hari, dengan duka yang masih menyelimuti.
Namun, belum kering tanah makam, suasana duka mulai terusik.
Hutang Dibicarakan di Hari Pemakaman
Sore hari setelah pemakaman, Mang Jaya -- paman dari Ida Widayah -- justru membuka pembicaraan tentang hutang Dicky kepada keluarga Taufiqurrochman. Sebuah langkah yang mengejutkan dan dinilai tak etis oleh sebagian pihak.
"Lek Yono hanya diam. Masih basah kuburan keponakannya, tapi sudah dibahas hutang," ujar salah satu kerabat yang ikut hadir. Merasa tidak nyaman, keluarga Lek Yono memutuskan pamit pulang setelah salat magrib.
Keesokan harinya, Kamis (3/7/2025), Mang Jaya kembali membahas hutang tersebut dan mengisyaratkan agar tanggung jawab dibagi ke pihak keluarga besar Dicky.
"Coba tanyakan ke Mas Angga, kakaknya Dicky. Atau ke Lek Yono," ucap Mang Jaya.
Ada Surat Pernyataan Tertulis Sebelum Meninggal
Polemik muncul karena menurut Taufiqurrochman, sebelum Dicky meninggal dunia, ia telah menandatangani surat pernyataan tertulis yang menyatakan sanggup membayar hutang senilai Rp 42.470.000 setelah tanah miliknya di Indramayu terjual.
"Suratnya ada. Ditandatangani mas Dicky lima hari sebelum meninggal," jelas Taufiqurrochman. "Itu tanggung jawab almarhum dan istrinya, bukan saudara kandungnya," tegasnya.
Disebutkan pula bahwa surat-surat tanah rencananya akan diminta ke Mang Jaya, dan tanah itu bahkan sudah mulai dipromosikan untuk dijual di media sosial.
Rencana Tempuh Jalur Hukum jika Tak Ada Itikad Baik
Keluarga Taufiqurrochman menyatakan akan menunggu 40 hari pasca wafatnya Dicky sebelum menagih kembali hutang tersebut. Namun, bila tidak ada kejelasan atau itikad baik dari pihak istri almarhum dan keluarganya, mereka tak segan akan menempuh jalur hukum.
"Ini soal tanggung jawab dan kejelasan. Jangan sampai emosi ditutup duka, malah dimanfaatkan untuk lepas dari kewajiban," tegas Elisa Fitriana, adik almarhum.
Catatan Kemanusiaan
Kisah ini menjadi potret nyata bahwa konflik keluarga bisa muncul bahkan dalam suasana berkabung. Ketika duka dan tanggung jawab bersinggungan, kadang batas empati diuji. Maka, komunikasi yang jernih, transparansi dokumen, dan kepekaan sosial sangat dibutuhkan untuk menghindari retaknya tali silaturahmi.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI