Mohon tunggu...
Queen An
Queen An Mohon Tunggu... Penulis - Pemanah dan Penulis

Wanita sederhana yang punya mimpi besar. Menjadi pribadi yang berarti, memberi warna dalam setiap perjalanan kehidupan dan menjadi jalan bagi kebahagiaan orang lain. If you believe in yourself then everything will be possible

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Ramadan di Bali

24 April 2021   21:50 Diperbarui: 25 April 2021   15:04 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Queen

Salam Muslimah.

Ramadan kali ini mengingatkanku saat  Ramadan di Bali. Dua kali  aku menjalani Ramadan di sana. Umat Muslim di Bali termasuk  kelompok mayoritas kedua setelah Hindu.  Di Bali tidak diperkenankan untuk membangun mesjid di setiap tempat seperti  halnya di daerah-daerah muslim lainnya.  Bali sangat konsisten dengan aturan yang berlaku. Di sana,  rumah-rumah yang dibangun memiliki aturan sendiri dan memiliki  ciri khas.   Semua kegiatan dilakukan di sebuah tempat yang berbentuk aula atau di rumah penduduk yang  memiliki rumah cukup luas. Setiap kegiatan, ibu-ibu yang memiliki anak akan membawanya serta.

Saat Ramadan atau idul fitri tiba, kami melakukan semua ibadah  di sebuah penginapan milik sesama muslim.  Kebetulan tempatnya sangat luas  dan cukup untuk dijadikan tempat salat tarawih atau kegiatan lainnya.  Sedangkan saat idul fitri, kami bisa mengikuti  salat sunah Idul Fitri bersama para  inohong-inohong tanah sunda.  Kami berasal dari jawa barat dan setiap pendatang memiliki komunitasnya sendiri  yang tersebar di setiap wilayah.  Komunitas  Jawa Barat yang kami  ikuti bernama "Paguyuban".

Ramadan selalu dilalui dengan manis, meskipun komunitas muslim  di tempat kami tinggal tidak banyak. Akan tetapi momen  yang ditinggalkan sangat berkesan. Setiap selesai  taraweh, kami mengadakan tadarus Al-Quran hingga 1 -- 2 jam.  Sekitar pukul 22.00 acara selesai.  Pulang ke rumah selalu   berjalan kaki jika tidak memiliki kendaraan bermotor atau bisa menumpang kendaraan dengan teman yang satu arah, kebetulan rumahku tidak begitu jauh dari tempat penginapannya. Di Bali tidak ada transportasi umum seperti  di  kota-kota lain. Lebih banyak taksi yang lalu-lalang di sana sehingga orang-orang terbiasa dengan hanya mebawa helm saja kemana-mana dengan begitu bisa menumpang pada kendaraan yang lewat dan tentunya sudah dikenal.

Untuk  menu berbuka , biasanya kami membuat sendiri atau membeli  di seputar Taman Renon.  Makanan pembuka yang disediakan seperti halnya di daerah lain selain kolak biji salak yang terbuat dari ketan warna warni,  ada juga  makanan khas masing-masing daerah. Kami sangat berhati-hati untuk membeli makanan. Kami juga harus memilih  warung  nasi, biasanya membeli dari orang jawa muslim.

Ada jenis makanan  khas yang aku suka karena menurutku makanan ini sangat unik dan belum pernah menemukannya  di  tempat lain, yaitu rujak kuah pindang.  Rasanya seperti asinan. Isinya dalah mangga muda  yang di iris seperti batang korek api, lalu diberi bumbu gula merah dan ter akhir di guyur kuah pindang. Kuahnya  terbuat dari kaldu pindang. Rasa rujaknya gurih dan nikmat.  Penjualnya  adalah  seorang  vegetarian sehingga aku dan teman-temanku berani membelinya. Masyarakat Bali tidak semuanya suka daging akan tetapi ada juga yang tidak boleh memakan daging sapi atau tidak makan daging sama sekali. Menu sehari-hari di rumah biasanya lebih banyak makan ikan dari pada daging ayam atau sapi karena kami tidak yakin dengan proses penyembelihannya. Ikan lebih aman dan segar.

Menjelang ramadan berakhir biasanya panitia menghias daerah lapang dekat dengan penginapan tempat kami mengadakan ibadah  salat taraweh agar terlihat meriah  dihiasi dengan  berbagai ornamen. Banyak anak-anak kecil yang hadir dan bisa bermain dengan tenang  di bawah  pengawasan  dari  para orang tua yang sedang tidak melaksanakan salat sunnah Ied.  Umat Islam di Bali merupakan komunitas kecil sehingga   melahirkan rasa solidaritas, rasa empati dan rasa simpati yang tinggi. Meski pun berasal dari berbagai daerah, kami bisa   melebur jadi satu dalam   komunitas. Indah bukan?

Inilah kenangan ramadan terindah yang tidak akan lagi terulang baik suasananya, makanannya,  penghuninya, maupun komunitasnya yang sekarang  sudah jauh lebih baik karena sudah memilki tempat yang dinamakan Mesjid An Najah. Tempatnya agak jauh dari  penginapan tersebut,   tepatnya ada di  daerah jalan Dewi Madri, walaupun bukan berbentuk masjid  tetapi  fungsinya sama sehingga mereka tidak harus keliling mencari  rumah yang bisa dijadikan tempatt untuk mengadakan pentuk mengadakan pengajian umum.

Selamat menjalankan ibadah shaum 1442 H.

Terimakasih

(Ed. Nurhasanah)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun