Keterampilan seperti itu tidak lahir dengan sendirinya. Anak-anak membutuhkan kesempatan untuk berlatih.
Pengalaman pribadi membuat saya mencoba pendekatan baru. Setahun terakhir, saya mulai menghimpun relawan muda dan memberi mereka pelatihan terlebih dahulu, sebelum akhirnya memutuskan apakah cocok untuk masuk ke dalam tim. Proses ini membuka ruang bagi mereka untuk belajar berkomunikasi, berkolaborasi, dan beradaptasi dalam situasi nyata. Hasilnya, anak-anak yang mungkin awalnya terlihat "biasa saja" secara akademis, justru menunjukkan perkembangan luar biasa dalam hal kepemimpinan dan daya tahan mental.
Pelajaran dari pengalaman ini sederhana: setiap anak membawa potensi besar. Namun, potensi itu bisa hilang jika kita lalai menumbuhkannya. Tugas kita sebagai orang tua, guru, maupun penggerak pendidikan adalah menyediakan ruang, kesempatan, dan budaya yang mendukung anak-anak untuk menemukan dan mengembangkan dirinya.
Refleksi Akhir
Pendidikan bermutu bukan hanya soal mencetak anak-anak dengan nilai tinggi, melainkan menumbuhkan manusia yang utuh: cerdas, tangguh, komunikatif, dan mampu menghadapi perubahan.
Jika kita terlalu terpaku pada rapor dan peringkat, kita berisiko membiarkan potensi besar generasi muda hilang begitu saja. Mereka mungkin terlihat pintar, tetapi rapuh ketika berhadapan dengan tekanan nyata.
Karena itu, mari kita bersama-sama memberi ruang bagi anak-anak untuk belajar memimpin, berani berbeda pendapat, berorganisasi, dan bangkit setelah gagal. Dengan cara itulah mereka akan tumbuh bukan hanya pintar, tetapi juga kuat, berdaya, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI