Hujan sore itu turun sangat deras, terutama bagi empat anak kecil usia lima tahunan yang berteduh di kolong jalan layang. Mereka tampak bingung dan ketakutan, bukan hanya karena petir yang sesekali menggelegar namun lebih karena mereka baru saja tersesat setelah huru hara penggusuran rumah di sudut kota.
Anak-anak kecil ini tak mengerti mengapa banyak sekali orang yang datang membentak-bentak dan memukuli ayah mereka. Mereka hanya ingat saat ibu membawa mereka ke pinggir kampung lalu mewanti-wanti untuk tidak pergi kemana-mana, sementara ibu mereka berlari kembali ke kampung yang mulai dirobohkan oleh mesin-mesin.
Ada banyak anak kecil di pinggir kampung saat itu, namun mereka berlarian berpencar ketika ada beberapa lelaki bertubuh besar dan galak mengusir mereka. Lalu hujan mulai turun, meskipun tak mampu memadamkan api yang semakin membesar menghanguskan kampung.
Kini mereka hanya bisa terdiam bingung, sambil menatap asap dari kampung yang mengepul di kejauhan. Mereka tahu pasti, bahwa tak mungkin lagi pulang ke sana. Tapi mereka tak tahu apa yang harus dilakukan.
Mereka mengingat hari itu sebagai awal dari perjalanan hidup yang baru. Menjadi anak panti asuhan hingga satu persatu mulai memiliki orang tua yang baru.
***
Empat belas tahun kemudian, mereka bertemu kembali dalam situasi yang tak kalah pelik. Mereka tampak gelisah bersembunyi di sebuah kamar hotel bintang dua.
"Rona, kau yakin baik-baik saja?" tanya Andi mulai cemas. Dia berdiri, melipat tangan di dada dan menggeleng-geleng bingung. Penampilannya cukup rapi dengan kemeja warna putih lengan panjang, celana jeans hitam dan sepatu boot mengkilap. Andi beruntung diasuh oleh seorang kontraktor sukses, dan langsung mengisi jabatan top selepas lulus SMA.
"Tak perlu ditanya, itu sudah jelas!" Janu agak berang menatap Andi. Janu pun tak dapat menutupi kegelisahannya, meskipun dia paksakan untuk duduk bersandar di kursi dekat jendela. Beberapa kali dia mengintip melihat keluar dari balik korden. Malam belum larut, tapi kota ini terlihat begitu sunyi.
Berbeda dengan Andi, hidup Janu cukup keras. Diasuh oleh seorang satpam pasar yang membujang hingga tua, Janu terpaksa rela menjalani masa remaja sebagai tukang parkir juga tukang cuci motor dan mobil.
"Tapi Janu, apa tidak lebih baik kita bawa Rona kepada bibinya? Jauh dari rumah itu tidak aman buat Rona. Kita tidak cukup kuat, apa kau siap melawan para tukang jagal itu" Andi ikut berang.