Mohon tunggu...
QATRUNNADA LESTARI
QATRUNNADA LESTARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Pengembangan Sumber Daya Manusia, Peminatan Industri Kreatif, Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Just like the moon, lonely and beautiful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Industri dan Distribusi Perfilman

17 Juni 2023   21:46 Diperbarui: 17 Juni 2023   22:20 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bulan Maret tahun 2020, COVID-19 resmi ditetapkan sebagai pandemi di Indonesia melalui Keputusan Presiden nomor 22 tahun 2020. Bukan hanya mengganggu kesehatan, namun virus yang menyebar di 213 negara di seluruh dunia ini berhasil melumpuhkan banyak sektor. Pembatasan sosial dan lockdown merupakan cara yang cukup efektif untuk mencegah dan mengurangi penyebaran virus ini. Namun, meski demikian pembatasan yang dilakukan melumpuhkan banyak sektor yang berhubungan dengan kehidupan. 

Beberapa sektor yang terpengaruh dan bisa dirasakan langsung adalah sektor ekonomi, sosial, manufaktur, transportasi, dan tak terkecuali industri kreatif. Salah satu yang menjadi bagian dari industri kreatif adalah industri perfilman. Industri ini juga tidak ketinggalan dalam merasakan dampak dari menyebarnya virus ini.

Selama pandemi, produksi perfilman banyak yang ditunda karena larangan untuk mengumpulkan orang dalam suatu lokasi dengan jumlah yang banyak. Misalnya saja, pada perfilman Hollywood banyak film harus menunda jadwal syuting selama pandemi. Beberapa film yang melakukan penundaan syuting contohnya adalah Fantastic Beast 3 yang awalnya dijadwalkan memulai proses syutingnya pada 16 Maret 2020. Kemudian F9 yang menjadi sekuel Fast and Furious 9 yang karena wabah virus menunda jadwalnya dari Mei 2020 ke April 2021. Industri perfilman lokal juga menghentikan proses syutingnya selama pandemi, seperti yang terjadi pada film Yowis Ben 3.

Bukan hanya produksi film saja yang mengalami hambatan ketika pandemi terjadi, namun proses distribusinya juga. Banyak film yang harus menunda jadwal rilisnya ketika pandemi karena proses distribusinya terganggu sebab bioskop-bioskop banyak yang ditutup total selama dilakukannya pembatasan sosial. Salah satu film produksi lokal yang harus menunda perilisiannya adalah KKN Desa Penari. PT. MD Pictures selaku rumah produksi dari film ini menyatakan, bahwa penundaan perilisan harus dilakukan dikarenakan angka penyebaran COVID-19 yang saat itu melonjak semakin tinggi. 

Tidak hanya pada perfilman lokal saja, pada industri fil Hollywood beberapa film juga melakukan penundaan perilisan. Misalnya saja film Mulan hasil garapan Walt Disney Pictures yang menunda perilisannya dari yang seharusnya dirilis pada 27 Maret 2020, ditunda hingga 24 Juli 2020. Selain itu film Black Widow yang menjadi garapan Marvel Studios juga menunda perilisannya dari 11 Mei 2020 menjadi 6 November 2020. Dengan semakin melonjaknya angka penyebaran COVID-19, semakin banyak film yang harus menunda tanggal perilisannya agar tidak semakin menambah angka penyebaran virus.

Mengenai produksi film yang tertunda ini langsung dikonfirmasi oleh Ali Nadhif Cholil yang merupakan praktisi pada bidang Broadcast dan Production House (PH). Melalui wawancara yang dilakukan, Ali Nadhif Cholil menyatakan bahwa benar selama pandemi produksi film menjadi tertunda untuk syuting karena pada saat itu dilarang untuk mengumpulkan orang dalam jumlah banyak. 

Kemudian, kewajiban untuk menggunakan masker juga tidak memungkinkan bagi talent untuk syuting dalam keadaan bermasker, sehingga hal ini menjadikan peran talent kurang maksimal. Selain itu venue untuk syuting juga terkena dampak. Lebih lanjut, Ali Nadhif Cholil juga menyampaikan bahwa proses editing selama pandemi juga kurang maksimal. Kurang maksimalnya proses editing terjadi karena editor merasa takut apabila tertular virus jika bekerja dan berkumpul sesama editor dalam satu production house yang sama.

Mengenai distribusi perfilman selama pandemi, Ali Nadhif Cholil menyampaikan selama pandemi memang bioskop-bioskop banyak yang ditutup total sehingga menyebabkan ada banyak film yang menunda perilisannya. Namun, dengan adanya pandemi justru masyarakat diperkenalkan dengan cara baru untuk menikmati film, yaitu dengan menggunakan layanan streaming.

Dalam mendistribusikan film melalui on demand platform sendiri memiliki beberapa keuntungan, yang mana dengan subscriber yang membayar maka akan mendatangkan keuntungan bagi penyedia layanan. Selain itu, penggunaan platform berbayar ini menjadikan film bisa ditonton bersama dan menjadi hiburan selama peraturan untuk tetap di rumah diberlakukan.

Kemajuan teknologi memang sangat membantu banyak sektor kehidupan. Begitupun bagi sektor industri kreatif perfilman yang mana dalam distribusinya selama pandemi beralih melalui platform berbayar seperti Netflix, Amazon Prime Video, Viu, WeTV, dan lainnya. Melansir dari BBC, tercatat bahwa Netflix memiliki 200 juta lebih pelanggan berbayar selama pandemi. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 30% dari tahun 2019. Terdapat 37 juta pelanggan baru pada tahun 2020 yang berlangganan Netflix. 

Meski demikian, distribusi film melalui platform berbayar seperti Netflix dan lainnya juga memiliki kekurangan. Ali Nadhif Cholil menyebutkan bahwa distribusi film melalui platform digital menjadikan potensi pembajakan film tinggi, sehingga royalti tidak terjaga. Kemudian, mass distribution tidak merata sehingga banyak penonton yang tidak bisa menonton film.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun