Mohon tunggu...
Qanith kurniawan Arham
Qanith kurniawan Arham Mohon Tunggu... mahasiswa -

asli maros, pecinta Hijau dan sangat menyukai semangka

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Polyglot, Why Not?

7 Desember 2016   12:23 Diperbarui: 7 Desember 2016   22:56 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sekitar 3 tahun lalu sebelum saya memasuki dunia perkuliahan, saya mulai mengenal salah satu teori kecerdasan manusia yang di istilahkan dengan Multiple Intelligence atau kecerdasan majemuk. Merupakan teori yang dicetuskan oleh  seorang psikolog terkenal berkebangsaan Amerika, Howard Earl Gardner. Sebuah teori yang juga menawarkan model sikap dalam pendidikan yang memberi keyakinan bahwa semua anak dilahirkan dengan kelebihan dan kecerdasan tertentu.

Bagi anda yang pernah mendengar istilah kecerdasan majemuk tersebut, pasti mengenal ke delapan jenis kecerdasan dasar yang bisa dimiliki seseorang menurut teori tersebut. Adapun jenis-jenis kecerdasan tersebut adalah:

  • Spasial-Visual  (kecerdasan mengenai model ruang dan bentuk imajinatif)
  • Linguistik (kecerdasan mengenai penggunaan Bahasa dan kata-kata)
  • Logic-Mathematic (kecerdasan yang berkaitan dengan logika dan berpikir secara matematis)
  • Intrapersonal (kecerdasan memahami pribadi dan pengaruhnya terhadap lingkungan luar)
  • Interpersonal (kecerdasan membangun hubungan sosial dengan diri sendiri)
  • Kinesthetic (kecerdasan mengenai keterampilan fisik dan respon motoric)
  • Music (kecerdasan terhadap kepekaan pada irama dan nada)
  • Naturalis (kecerdasan mengenai pemahaman terhadapan Alam sekitar) 

Tetap saja kita harus kembali melihat bahwa kecerdasan majemuk itu masih sebuah teori meskipun sangat menyentuh ranah pendidikan saat ini. serta anggapan bahwa “tidak ada anak yang tidak cerdas” merupakan pendapat yang sangat saya setujui .Bagi saya, kecerdasan tetap lah hal yang relatif di dunia ini. Bisa dalam bentuk apapun dan dalam kondisi apapun. Saat ini pun kebanyakan orang malah memiliki kenyataan bahwa bakatnya sangat bersebrangan dengan minatnya. Oh iya, pembuka ini saya rasa sudah cukup terulur dari judul yang saya angkat…hahaha

Saya pernah melakukan tes sederhana mengenai teori tersebut dari sebuah buku motivasi dimana basis tesnya berdasarkan kebiasaan sehari-hari. didapatlah hasil skor tertinggi berada pada kecerdasan Linguistik disusul Spasial lalu Naturalis. Saat itu saya merasa heran dan tidak terlalu setuju setelah membandingkannya dengan ketertarikan saya yang justru pada segala hal yang berbau Alam bebas. “mungkin iya, ada yang tidak saya sadari selama ini?”begitu awalnya pikir saya diucapkan ala-ala narasi sinetron..hehe)

Salah satu kriteria kecerdasan linguistik tersebut adalah menyukai pelajaran bahasa asing. Kriteria yang menurut saya bisa dilakukan oleh semua orang. Betapa tidak, saat ini dunia sudah begitu globalnya akibat kemajuan teknologi yang berakibat pada mudah arus informasi dan percepatan akses komunikasi. Walaupun kita mengenal bahasa inggris sebagai bahasa internasional yang telah menjadi kurikulum dasar pada hampir semua jenjang pendidikan. Tetap saja, mempelajari bahasa asing lain lebih memberikan sisi keuntungan tersendiri bagi penggunanya.

Saya sendiri pernah mendapat kesempatan menjadi pekerja musiman di negara Arab Saudi selama musim Haji, tepatnya di kota Madinah Al-Munawwarah. Salah satu tempat di bumi ini yang memungkinkan kita bertemu orang-orang berbagai dari jenis bangsa dan ras dari seluruh dunia. Nah selama disanalah, saya sempat beberapakali mendapat pengalaman berkomunikasi dengan orang-orang asing maupun penduduk asli jazirah arab. Seringkali ketika penggunaan bahasa inggris atau arabic antara kami mulai kehabisan perbendaharaan kosakata maka akhirnya “bahasa isyarat” menjadi solusinya. Masalah lainnya  dari orang-orang dari negara yang tidak menggunakan bahasa inggris sebagai bahasanya adalah aksen English mereka yang malah terdengar lucu dan cukup membingunkan. Meskipun sebelum bertugas di sana, saya sempat mempelajari penggunaan beberapa bahasa asing dengan frasa-frasa umum saat bertemu, berkenalan, bertanya dll.

Ada keasyikan tersendiri ketika saya bisa membangun komunikasi yang bersahabat dengan orang-orang tersebut (tentunya dengan menggunakan bahasa mereka terlebih dahulu). Beberapa diantara bahasa tersebut memiliki aksen yang unik dan penyebutan yang rada sulit. Seperti bahasa perancis yang untuk mengatakan “Enchantẻe de te rencontrer”(nice to meet you) sudah  cukup membuat lidah keseleo. Lain lagi ceritanya bila bertanya pada orang turki “Ingilizce Konușbiliyor musunuz”(Can you speak English?). yah, itulah sekian diantara frasa dasar bahasa asing yang saya ketahui.

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, saya kemudian berfikir betapa mengasyikkannya dapat mengerti dan mampu menggunakan banyak bahasa asing selain bahasa inggris. Beberapa kali saya temukan bahwa orang-orang asing akan lebih welcomedan Friendlybila kita mampu menggunakan bahasa mereka. Setelah  itu komunikasipun dapat terjalin lebih dalam. Baru beberapa bulan terakhir ini saya mulai menumbuhkan minat dan ketertarikan saya pada banyak bahasa di dunia. Didukung pula dari motivasi skor kecerdasan yang pernah saya lakukan, saya pun mulai mencari berbagai jalan untuk mengenal banyak bahasa.

Belajar menjadi seorang yang mampu menggunakan banyak bahasa atau yang dikenal istilah “Polyglot” bukan tanpa kendala. Referensi belajar berbahasa adalah masalah yang paling awal ditemukan bagi seorag pelajar bahasa asing. Setidaknya itu dari pengalaman saya. Berbeda dengan bahasa inggris yang mungkin bisa kita temukan dengan mudahnya dengan berbagai konsep yang saat ini katanya lebih efisien. Maka saya menggunakan segala sumber yang bisa di jangkau, mulai dari kamus (paling utama!), website-website dan situs-situs penyedia layanan belajar, berbagai channel youtube sampai menggunakan aplikasi android maupun PC berbasis Video call yang bisa tersambung keseluruh dunia untuk bisa berbicara dengan pengguna bahasa aslinya. Itu semua cukup membantu terutama dalam penyebutan sebuah kosa kata dan bagaimana cara penggunaannya dalam sebuah kalimat.

Sebenarnya dalam belajar bahasa-bahasa asing saya merangkum rentetan goal yang menjadi acuan saya dalam belajar. Di mulai dari SPEAKING > READING > LISTENING kemudian WRITING. Bagi beberapa orang dengan motivasi yang sama, mungkin memiliki urutan goal yang sedikit berbeda (di sesuaikan dengan kemampuan). Sekali lagi menjadi ke asyikan tersendiri bila kita telah mampu menggunakan bahasa-bahasa kepada native speaker meskipun masih jauh kata fasih.

Seperti yang saya sebutkan di awal bahwa seorang mempelajari beberapa bahasa asing sebenarnya bisa di lakukan semua orang tergantung kadar minat masing-masing. apalagi berfikir bahwa belajar kesenangan belajar bahasa hanya di miliki orang-orang dengan kecerdasa linguistik. Dengan belajar berbagai bahasa asing lidah akan terlatih untuk fasih, otak kita juga akan teransang untuk berfikir lebih cepat ketika menggunakan bahasa yang berbeda dengan keseharian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun