Auranya sebagai seorang "guru" terpancar saat teman diskusinya selalu didorong untuk mengembangkan secara maksimal potensi dan minat yang dimilikinya.
Sebagai aktivis muda di tahun 1990-an saya kerap menjumpai Umbu, bukan hanya untuk mendapatkan insight tentang isu-isu terbaru, tetapi lebih dari itu, sebagai upaya menemukan oase dari hiruk pikuk dunia.Â
Umbu akan menjadi pendengar yang tulus dalam perbincangan hangat, kemudia menyampaikan pandangannya yang selalu konsisten dengan jalan sunyi, tidak ikut arus hendonisme dunia dan jalan hidupnya merupakan kesaksian atas sikap tersebut.Â
Maka bertemu dengan Umbu adalah kesempatan bagi saya untuk bercermin yang sering kali terlalu diburu oleh nafsu materialisme, godaan untuk terkenal dan berbagai pesona-pesona lain yang ditawarkan dunia ini.Â
Semua itu berhasil diredam oleh Umbu sebagaimana ditunjukkan melalui jalan hidupnya yang sederhana, egaliter, dengan tulus berteman dengan siapapun dan tak pernah menunjukkan sikap menghakimi apalagi merasa paling benar atau paling suci.
Jika ditilik dari kaca mata religius, Umbu adalah seorang suci yang tidak puritan. Dia tidak tergoda akan keterkenalan, kemewahan dan berbagai bentuk kenikmatan duniawi, tetapi dia tidak antipati atau bersikap menghakimi kepada siapapun, bahkan yang berbeda jalan dengannya. Karena itulah kenangan akan Umbu dan teladan hidupnya tidak akan terhapus oleh waktu.